Kemendag Ingatkan Potensi Sengketa di WTO Akibat Kebijakan Kemasan Rokok Polos
Plain packaging atau kemasan polos pada produk tembakau. (Tobacco Asia)--
BELITONGEKSPRES.COM - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengingatkan akan potensi dampak negatif dari kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang sedang dirumuskan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Usulan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ini berpotensi memicu sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait hak merek dan hambatan perdagangan.
Negosiator Perdagangan Ahli Madya di Kemendag, Angga Handian Putra, menegaskan bahwa hingga kini Kemenkes belum mengundang Kemendag untuk terlibat dalam proses perumusan kebijakan tersebut. Mengingat implikasi yang mungkin timbul, Kemendag merasa perlu mengambil langkah proaktif untuk memantau perkembangan kebijakan ini.
Informasi mengenai rancangan aturan tersebut diperoleh Kemendag dari situs resmi Kemenkes, bukan melalui komunikasi langsung. "Kami berharap dapat dilibatkan secara resmi sehingga Kemendag dapat memiliki posisi yang jelas dalam kebijakan ini," ujar Angga.
Kemendag, khususnya Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI), memfokuskan perhatian pada kebijakan kemasan rokok polos dalam konteks sengketa dagang Indonesia-Australia di WTO beberapa waktu lalu. Angga menekankan perlunya dasar ilmiah yang kuat agar Indonesia tidak terjebak dalam sengketa serupa di masa depan.
BACA JUGA:Mendag Zulhas Yakin Indonesia Memiliki Potensi Menjadi Negara Maju
BACA JUGA:Presiden Jokowi Desak Menteri ESDM Divestasi 10 Persen Saham PT Freeport Indonesia
"Dalam sengketa dengan Australia, mereka menghadirkan studi ilmiah yang menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat menurunkan prevalensi merokok. Indonesia perlu menghasilkan kajian ilmiah yang sebanding," katanya.
Kebijakan kemasan polos juga menimbulkan kekhawatiran terkait inkonsistensi pandangan Indonesia. Sebelumnya, Indonesia menolak kebijakan ini dengan alasan bahwa kemasan tanpa merek dapat menghambat perdagangan dan melanggar hak pemegang merek dagang.
"Dari pengalaman sengketa sebelumnya, kami ingin memastikan bahwa merek dagang tetap digunakan. Merek memiliki peran penting, seperti membedakan produk, membantu konsumen dalam memilih, serta mencegah perdagangan ilegal dan pemalsuan produk. Ini adalah hal yang kami pertahankan dalam sengketa di WTO," tambah Angga.
Walau belum ada posisi resmi, Kemendag berkomitmen untuk memberikan masukan kepada Kemenkes terkait kebijakan ini. Angga menyatakan bahwa mereka akan terus berkoordinasi dengan Kemenkes dan mengikuti perkembangan informasi melalui dokumen resmi yang tersedia.
BACA JUGA:Menteri BUMN Tegaskan Komitmen Pemerintah dalam Mendorong Hilirisasi Industri Mineral
BACA JUGA:Jokowi Ungkap Potensi Pendapatan Negara Rp80 Triliun dari Investasi Pembangunan Smelter di Gresik
Kemendag juga menyoroti bahwa kebijakan kemasan rokok polos dapat menciptakan hambatan perdagangan. Angga mengingatkan pentingnya bukti ilmiah yang mendukung bahwa kebijakan ini sejalan dengan kesehatan masyarakat, sesuai dengan perjanjian WTO yang ada.
Mengenai dampak terhadap perdagangan luar negeri, Angga mengungkapkan kekhawatirannya akan penurunan impor dan ekspor akibat penerapan kemasan rokok polos tanpa merek. "Jika ada pembatasan, negara-negara lain yang terdampak mungkin akan merasa dirugikan. Setiap negara memiliki kondisi yang berbeda, dan kami harus berhati-hati agar Indonesia tidak terjebak dalam sengketa serupa yang dialami Filipina dengan Thailand terkait produk tembakau," pungkasnya. (jpc)