Pentingnya Kearifan dalam Kampanye Pilkada Era Digital
Ilustrasi - Logo Pilkada serentak 2024 (ANTARA/Ilustrator/Kliwon)--
Potensi kerawanan atau gangguan terhadap Pilkada 2024 yang dipetakan Bawaslu RI itu agaknya tidak terkait tema/opini/pendapat dalam konteks dukung-mendukung, melainkan justru disebabkan perilaku generasi nondigital dalam pilkada di era digital.
BACA JUGA:RI Menuju Nol Persen Kemiskinan Ekstrem
Pada pilkada di era digital ini perlu diwaspadai mengenai peningkatan persebaran hoaks, fitnah, radikal digital (kelompok radikal kini merambah siaran digital teresterial dengan donasi), penipuan, dan ujaran kebencian atau adu domba serta pembocoran informasi secara "framing" di ruang digital, khususnya menjelang dan selama masa kampanye pilkada.
Menjaga ruang digital tetap sehat dan bebas dari konten-konten negatif semacam itu, merupakan kunci untuk memastikan pilkada berlangsung dengan baik.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informasi Publik Kemenkominfo Prabu Revolusi di Jakarta 28 Agustus menyatakan pihaknya siap menjaga ruang digital supaya sehat, yang salah satunya adalah kanal untuk bisa menginformasikan dan juga melaporkan temuan hoaks seputar pilkada yang cepat.
Upaya mencegah persebaran hoaks itu memang sangat penting, mengingat hoaks dapat menyebar hingga 20 kali lebih cepat dari klarifikasinya. Dunia digital kadang berbeda antara narasi dengan berita aslinya, kadang berbeda antara narasi dengan foto, kadang berbeda antara narasi dengan video, kadang hanya berupa potongan narasi, foto, video, dan seterusnya.
BACA JUGA:Berbekal Berbagai Prestasi, Bekasi Siap Tatap Era Aglomerasi
Bagi generasi nondigital yang lebih tua secara umur dari generasi milenial ada kecenderungan untuk asal "share" (membagi) informasi, tanpa tahu bila isu yang dibagikan itu hanya bersifat gosip atau hoaks. Fakta itu tampak dari munculnya diskusi di ruang digital mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang seolah-olah lembaga pendidikan "harus" menyediakan alat kontrasepsi untuk pelajar.
Padahal, jika ditelaah dengan lebih teliti, tidak poin yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar itu, melainkan untuk pasangan (suami isteri) usia subur yang berisiko terkait kehamilan.
Terkait pola penggiringan opini melalui potongan informasi seperti itu, bagi kalangan anak muda yang merupakan penghuni utama ruang digital tidak terlalu menarik untuk dijadikan pro dan kontra. Justru kalangan generasi tua yang banyak tergiring oleh pembelokan itu.
Terkait fenomena itu, generasi milenial juga perlu mengambil peran tanggung jawab, setidaknya di lingkungan terdekatnya untuk mengingatkan orang tua atau generasi yang lebih tua agar tidak dengan mudah menyebarkan kembali potongan-potongan informasi yang berbasis pada fakta sebenarnya itu.
BACA JUGA:Paralimpiade Paris dan Kesetaraan yang Kian Dimuliakan
Para orang tua juga tidak perlu malu untuk mendiskusikan "informasi sepotong" yang diterimanya di media sosial, sebelum menyebarkannya kembali ke komunitas-komunitas lebih luas atau di grup-grup media sosial.
Mari kita sambut pilkada serentak dengan penuh kegembiraan dan menempatkan ikatan persaudaraan sesama bangsa di atas segalanya. (ant)