BPKP RI Dukung Temuan Kejagung, Kerugian Korupsi Timah Rp 300 Triliun

Penambangan timah di Babel menjadi kerugian ekologis kasus korupsi Rp300 triliun (ist)--

Kasus korupsi timah menjadi sorotan publik karena skala kerugian yang sangat besar dan dampaknya yang luas terhadap keuangan negara serta lingkungan hidup. 

Penyidikan dan penegakan hukum terhadap para tersangka terus berlanjut untuk menegakkan keadilan dan memulihkan kerugian yang diderita negara.

Andy: Salah Kamar

BACA JUGA:Idul Adha 2024, Pemprov Babel Sembelih 17 Sapi Kurban, Jauh Berkurang Dibanding Tahun Sebelumnya

BACA JUGA:Prakiraan Cuaca Bangka Belitung Hari Ini, BMKG: Ada Potensi Hujan Lebat dan Petir

Andy Inovi Nababan, kuasa hukum CV VIP, menegaskan keberatan atas penggunaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 7 Tahun 2014 untuk menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi timah.

Menurut Andy, penggunaan peraturan ini tidak tepat karena angka kerugian yang disebutkan, mencapai Rp 271 triliun, sebenarnya mengacu pada kerusakan lingkungan, bukan kerugian finansial yang bisa dihitung dalam kasus korupsi.

Dalam konferensi pers di Jakarta pada 13 Juni 2024, Andy menjelaskan bahwa angka tersebut telah disalahartikan oleh publik sebagai kerugian finansial yang nyata akibat tindak pidana. Padahal seharusnya itu adalah estimasi kerugian ekologis. 'Ini Salah Kamar," tegasnya.

Andy menggunakan analogi bahwa mengaplikasikan peraturan lingkungan untuk menangani kasus pidana seperti menggunakan aturan FIFA dalam tinju, yang tentu saja tidak tepat.

BACA JUGA:Dampak Korupsi Timah Babel, 2.000 Rumah Tangga Kehilangan Pasokan Listrik

BACA JUGA:PT Timah Tbk Sumbangkan 226 Ekor Hewan Kurban di Idul Adha 2024

Ia khawatir bahwa penggunaan Permen LHK dalam konteks penindakan korupsi ini dapat membuka pintu bagi penyalahgunaan hukum di masa depan. 

Menurutnya, hal ini dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap tersangka korupsi, menjadikan mereka dipandang seperti penjahat berat hanya karena asumsi kerugian finansial yang sebenarnya salah kaprah.

Dia menambahkan bahwa penafsiran yang salah terhadap Permen LHK ini dapat membuka preseden buruk dalam sistem hukum Indonesia. "Di mana kerugian lingkungan bisa dipermasalahkan sebagai kerugian negara dalam konteks hukum pidana," tandasnya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan