Dampak Kebijakan Tapera pada Ekonomi dan Lapangan Kerja

Pengemudi ojek online saat melintas di Jalan Pemuda, Jakarta. (DERY RIDWANSAH)--

Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp 20 miliar, jumlah tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.

Selain itu, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi selama kebijakan Tapera berjalan. Bahkan, jika ditarik lebih jauh ke model tabungan perumahan (taperum), masalah backlog perumahan ini masih belum terselesaikan. 

Menurut perhitungan menggunakan model input-output, surplus keuntungan dunia usaha mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun, dan pendapatan pekerja juga terdampak dengan kontraksi sebesar Rp 200 miliar. 

Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat berkurang, yang pada gilirannya menurunkan permintaan di berbagai sektor usaha.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menambahkan bahwa efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja. Kebijakan Tapera dapat mengakibatkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan. 

Pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan juga berkontribusi pada dampak negatif ini. Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp 20 miliar, jumlah tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.

BACA JUGA:BSI KCP Tanjungpandan Pindah ke Lokasi Strategis, Upaya Tingkatkan Layanan Nasabah

Selain itu, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi selama kebijakan Tapera berjalan. Bahkan, jika ditarik lebih jauh ke model tabungan perumahan (taperum), masalah backlog perumahan ini masih belum terselesaikan.

Di sisi lain, pemerintah dapat memaksimalkan dana manfaat layanan tambahan (MLT) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk program kepemilikan rumah bagi pekerja yang belum memiliki tempat tinggal. Program ini juga mencakup jaminan hari tua (JHT) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015.

Pemanfaatan MLT diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 17/2021, yang mengubah ketentuan dalam Permenaker 35/2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis MLT.

Meskipun program tapera yang menyasar sektor swasta menimbulkan polemik, Direktur Keuangan BPJS Ketenagakerjaan, Asep Rahmat Suwandha, meyakini bahwa setiap kebijakan pemerintah telah melalui kajian dan bertujuan untuk kesejahteraan para pekerja.

Dengan demikian, program tapera dan MLT memiliki perbedaan yang jelas. Tapera merupakan tabungan untuk memiliki rumah, sedangkan MLT adalah program tambahan yang memperluas manfaat yang diterima peserta.

Sejak tahun lalu, BPJS Ketenagakerjaan telah bekerja sama dengan perbankan untuk menyediakan perluasan manfaat MLT bagi perumahan dalam tiga bentuk manfaat:

BACA JUGA:Data BPS Menunjukkan Harga Beras Bikin RI Deflasi pada Mei 2024

  • Perumahan dengan plafon maksimal Rp 500 juta.
  • Renovasi dengan nilai Rp 200 juta.
  • Uang muka perumahan sebesar Rp 150 juta.

Selain itu, ada kerja sama khusus dengan pengembang untuk membangun rumah bagi pekerja. Meskipun saat ini jumlah peserta program MLT untuk perumahan masih terbatas, BPJS Ketenagakerjaan terus berupaya meningkatkan kepesertaan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan