Terobosan terkini terapi tuberkulosis

Terobosan terkini terapi tuberkulosis--

Selain itu, penggunaan nanomedisin dan agen kimia seperti vitamin D, quercetin, dan asam ursolik dalam pengobatan TB menawarkan strategi baru untuk meningkatkan efikasi terapi dan mengurangi durasi pengobatan.

Nanopartikel yang dirancang untuk meningkatkan pengiriman obat dan penargetan situs infeksi menjanjikan peningkatan bioavailabilitas dan penurunan resistensi obat.

Agen kimia, di sisi lain, berpotensi meningkatkan respons imun tubuh terhadap Mtb dan mempercepat penurunan inflamasi, membuka jalan bagi pendekatan terapi adjuvan untuk meningkatkan hasil pengobatan TB.

BACA JUGA:Rami, alternatif ramah lingkungan untuk masa depan tekstil Indonesia

Terobosan dalam imunoterapi, terapi sel, nanomedisin, dan penggunaan agen kimia menggarisbawahi pergeseran paradigma dalam perang melawan TB, menjanjikan strategi pengobatan yang lebih efektif dan berkelanjutan untuk mengatasi tantangan TB global.

Selain meningkatkan pengobatan TB, nanomedisin juga menawarkan solusi terhadap masalah resistensi obat melalui sifat antimikroba dari nanopartikel itu sendiri. Nanopartikel yang dimodifikasi dengan polimer seperti poly (dl-lactide-co-glycolide) (PLG) telah diuji untuk kemampuan mereka dalam merangsang respons antimikroba sel inang terhadap Mtb, menunjukkan peningkatan aktivitas antimikroba makrofag.

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa nanopartikel yang dimanipulasi untuk menargetkan reseptor spesifik pada makrofag dapat meningkatkan aktivitas anti-TB, menawarkan strategi yang menjanjikan dalam mengembangkan intervensi terapeutik yang efektif terhadap TB yang resisten terhadap obat.

Dengan meningkatkan ketersediaan hayati, mengurangi dosis, dan memperpanjang pelepasan obat, nanomedisin membuka harapan baru untuk mengeliminasi kekambuhan dan munculnya resistensi obat.

Imunoterapi hingga terapi sel

BACA JUGA:Menciptakan lapangan kerja bagi difabel

Penelitian terkini menyoroti potensi besar imunoterapi dan terapi sel dalam mengatasi TB, terutama TB yang resisten terhadap obat. Terobosan ini melibatkan penggunaan zat imunoaktif, termasuk sitokin seperti interferon, interleukin, dan faktor nekrosis tumor, serta antibodi dan peptida aktif kecil, yang semuanya berperan dalam menguatkan respons imun tubuh terhadap infeksi.

Di sisi lain, terapi sel menggunakan mesenchymal stem cells (MSCs) dan sel-sel imun khusus seperti γδ (gamma-delta) T-cells dan cytokine-induced killer (CIK) cells menawarkan harapan baru dalam memperbaiki kerusakan jaringan dan mengoreksi ketidakseimbangan imun yang disebabkan oleh TB kronis.

Penelitian menunjukkan bahwa kombinasi terapi sel dengan pengobatan standar dapat meningkatkan kesembuhan dan mengurangi keparahan infeksi. Betapapun majunya teknologi, sinergi-kolaborasi multi-lintasdisipliner adalah kunci pemberantasan TB. Mari bersatu membasmi TB!. (*)

Oleh: Dokter Dito Anurogo, M.Sc., Ph.D. (Candidate)

Dosen tetap di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan