13 Asosiasi dan 400 Travel Diduga Terlibat Korupsi Kuota Haji
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025)-Rio Feisal-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan besar dalam dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024. KPK mencatat adanya keterlibatan 13 asosiasi dan sekitar 400 biro perjalanan haji dalam praktik yang diselidiki.
Awalnya KPK hanya menemukan dua asosiasi, namun jumlahnya bertambah hingga 13 seiring berkembangnya informasi yang diterima penyidik.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis 18 September malam, bahwa luasnya jaringan travel yang terlibat membuat proses penyidikan memerlukan waktu panjang.
Menurutnya, setiap biro perjalanan memiliki pola penjualan kuota berbeda, sehingga KPK harus berhati-hati dan memastikan akurasi sebelum menetapkan tersangka.
BACA JUGA:KPK Sedang Siapkan Pengumuman Tersangka Korupsi Kuota Haji
BACA JUGA:Prabowo Instruksikan Percepatan Pembangunan Kampung Haji Indonesia di Makkah
KPK telah memulai penyidikan perkara ini pada 9 Agustus 2025 setelah sebelumnya meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Lembaga itu juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.
Berdasarkan penghitungan awal yang diumumkan 11 Agustus 2025, potensi kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK juga sudah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut Cholil Qoumas.
Di sisi lain, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI menemukan indikasi penyimpangan dalam pembagian kuota haji tahun 2024. Pansus menyoroti pembagian kuota tambahan 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi yang dilakukan dengan skema 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Skema ini dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur porsi 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus. (ant)