Lomba Pengeras
Dahlan Iskan--
Ia hanya mengiyakan. Ia tidak bercerita soal dua kali melayat itu. Beberapa minggu kemudian baru saya tahu: Pak San yang ''innalillahi'' di tengah hari itu ternyata meninggal di saat ikut menguburkan mayat wanita yang meninggal pagi hari.
Rekan kerja saya tadi tahu sendiri kejadiannya. Ia juga ikut mengantar mayat si wanita tua sampai ke kuburan.
Ia ikuti semua prosesi penguburan: mayat dimasukkan liang lahat. Lalu ditimbun tanah.
BACA JUGA:Menyimpan Misteri
BACA JUGA:Gembira Bahagia
Penimbunan rampung. Pemasangan batu nisan pun selesai. Tibalah giliran Pak modin membacakan talkin di atas pusara –biasanya berisi agar arwah yang baru dikubur dijauhkan dari siksa kubur, dan yang masih hidup agar ingat bahwa pada gilirannya akan mati juga.
Saat talkin dibacakan itulah Pak Santoso bergerak mundur. Kakinya terhalang beton di kuburan. Ia terjatuh. Kepalanya membentur beton. Meninggal dunia.
Sebenarnya Pak San meninggal dunia dengan cara yang paling simple. Tanpa sakit. Sudah di kuburan pula. Para penggali kuburnya masih lengkap. Petugas pembaca talkinnya juga masih ada.
Tapi pihak keluarga minta pak San dibawa ke rumah sakit. Pakai mobil tetangga. Mobil pun meninggalkan kuburan. Pelayat juga pulang.
Begitu mereka sampai di rumah terdengarlah pengumuman dari masjid: ''innalillahi...''
Mereka pun siap-siap ke kuburan lagi.
Di kampung ini warga rukun. Pemilu damai. Mayoritas warga NU. Banyak yang ikut tarekat Nahsabandiyah-Qadiriyah. Di Pemilu lalu Prabowo-Gibran menang telak di situ: 80 persen.
Menteri Agama kita juga tokoh NU. Surat edarannya soal pengeras suara tidak akan dibacakan lewat pengeras suara di masjid NU di desa ini.