Ekspor Indonesia Diproyeksi Tumbuh Positif Meski Ditekan Perluasan Tarif AS
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juli Budi Winantya menjelaskan, tarif yang dikenakan AS kepada Indonesia justru lebih rendah dari sebelumnya, yakni turun dari 32% menjadi 19%-Addin Anugrah Siwi-Beritasatu.com
BELITONGEKSPRES.COM - Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekspor Indonesia akan tetap menunjukkan pertumbuhan positif pada semester II 2025 meski menghadapi tekanan dari perluasan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) ke 70 negara.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menyebut tarif AS untuk Indonesia justru menurun dari 32% menjadi 19%, lebih rendah dibanding sebelumnya. “Dengan tarif relatif lebih rendah, kinerja ekspor diprediksi lebih baik. Mitra dagang utama lain seperti Tiongkok dan Eropa juga menerapkan tarif lebih rendah, sehingga mendukung ekspor Indonesia,” ungkapnya di Yogyakarta, Jumat 22 Agustus.
Juli menambahkan, penurunan tarif AS meningkatkan kepercayaan pasar terhadap produk Indonesia. “Karena tarif untuk Indonesia lebih rendah dibanding negara lain, confidence pasar lebih tinggi. Harapannya ekspor terus meningkat,” jelasnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor Indonesia pada Januari–Juni 2025 mencapai US$ 135,41 miliar, naik 7,7% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sektor industri pengolahan menjadi penopang utama dengan kontribusi US$ 107,60 miliar, meningkat 16,57% secara tahunan.
BACA JUGA:Pemula Wajib Tahu! Alasan Investasi Emas Jadi Pilihan Paling Aman dan Kapan untuk Memulainya
BACA JUGA:Harga Beras Turun, Mentan Amran Pastikan Tak Ganggu Kesejahteraan Petani
Meski ekspor menunjukkan tren positif, BI memperkirakan transaksi berjalan akan tetap defisit, berkisar 0,5%–1,3% dari PDB. “Defisit masih rendah dan sehat, tidak mengancam stabilitas ekonomi,” kata Juli.
Pertumbuhan ekonomi juga didorong konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, dan stimulus fiskal tambahan sejak pertengahan 2025. BI pun melonggarkan kebijakan moneter dengan lima kali penurunan suku bunga masing-masing 25 basis poin sejak September 2024, serta pemberian insentif likuiditas.
“Langkah-langkah ini diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih baik pada semester II, sehingga ekonomi 2025 berada di atas titik tengah kisaran 4,6%–5,4%,” tutup Juli. (beritasatu)