DPR Kritik Pedas Rencana Pajak UMKM Digital: Rakyat Sedang Berdarah-darah, Malah Ditambah Beban

Sri Mulyani akan memungut pajak 0,5% bagi pedagang di Shopee, Tokopedia, dll-ist-freepik/google
BELITONGEKSPRES.COM - Rencana pemerintah untuk memungut pajak dari transaksi penjual di marketplace, termasuk pelaku UMKM digital, menuai kritik keras dari Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam.
Ia menilai kebijakan ini tidak menunjukkan empati di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit. Menurutnya, para pelaku usaha kecil sudah berjuang mati-matian menghadapi tekanan ekonomi, namun justru dihadapkan pada ancaman baru berupa beban pajak tambahan.
"Rakyat sedang berdarah-darah, terutama pelaku UMKM yang berjualan di online maupun offline. Persaingan usaha makin tidak sehat, daya beli menurun, dan ekonomi global pun belum sepenuhnya pulih. Dalam kondisi seperti ini, bukannya diberi nafas, malah mau ditambah beban dengan pajak," ujar Mufti kepada wartawan, Jumat 27 Juni.
Ia mengungkapkan bahwa pelaku UMKM digital selama ini sudah terbebani dengan banyak biaya: mulai dari komisi platform marketplace, ongkos promosi, iklan, diskon, hingga biaya tersembunyi lainnya.
BACA JUGA:MA Putuskan Larangan Ekspor Pasir Laut, Pemerintah Diminta Cabut Tiga Pasal di PP 26/2023
BACA JUGA:Pos Indonesia dan BPKH Kolaborasi Perkuat Layanan Logistik Haji dan Umrah
Menurutnya, menambah pajak tanpa memberikan fasilitas yang jelas sama saja dengan mencekik usaha rakyat kecil. Kebijakan fiskal seperti ini dinilai bertolak belakang dengan semangat Presiden Prabowo Subianto yang kerap menekankan dukungan terhadap ekonomi rakyat.
"Pak Prabowo selalu bicara keberpihakan pada wong cilik. Tapi kebijakan seperti ini justru seperti menusuk semangat itu dari belakang. Jangan rampok uang rakyat dengan dalih pajak, jika negara belum hadir memberikan ruang yang adil dan mudah bagi mereka untuk bertahan," tegasnya.
Mufti juga menyoroti tingginya angka pelaku usaha yang gulung tikar akibat tekanan ekonomi dan potongan biaya dari platform digital. Ia menekankan bahwa jika kebijakan ini tetap dijalankan, maka harus dibarengi dengan insentif, perlindungan, serta edukasi perpajakan yang konkret.
"Jangan asal pajak tanpa insentif dan fasilitas. Rakyat perlu tahu, jika mereka patuh bayar pajak, apa balasannya? Apa yang mereka dapatkan? Edukasi, perlindungan dari pungutan ganda, hingga regulasi pendukung harus jelas," tambahnya.
BACA JUGA:Polda Metro Jaya Libatkan Dewan Pers dan Ahli Digital Forensik dalam Kasus Ijazah Jokowi
BACA JUGA:Arab Saudi Minta Indonesia Persiapkan Haji Lebih Awal untuk Tahun 1447 H
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah untuk tidak membuat kebijakan terburu-buru yang tidak melibatkan pelaku UMKM sebagai pihak paling terdampak. Menurut Mufti, pemungutan pajak tidak hanya menyangkut fiskal, tetapi juga menyangkut keadilan sosial dan kepercayaan rakyat terhadap negara.
"Kalau pemerintah memaksakan tanpa empati, ini bukan cuma soal fiskal, tapi soal keadilan sosial. Negara bisa kehilangan kepercayaan rakyat hanya karena kebijakan yang tidak bijak," paparnya. Ia juga menekankan bahwa prinsip pajak yang ideal adalah adil, proporsional, dan sesuai konteks sosial masyarakat.