Tirai Keluarga
Dahlan Iskan--
Di musala itu pun saya mau. Lebih santai.
Ke gerbong depannya lagi. Saya diminta duduk di situ. Di kursi yang banyak barangnya: minuman, kardus-kardus, kereta dorong. Oh.. Ini kereta makan. Nggak masalah. Hanya 3 jam perjalanan.
Ini bukan kereta cepat. Tapi baru. Bersih. Kalau pun saya naik mobilnya Si Mesir tadi juga tiga jam. Naik bus yang bisa lima jam: hanya boleh lari 80-100 km/jam.
BACA JUGA:Food Estate
Tiga jam di kereta ada waktu nyicil membaca komentar. Sambil cari hiburan. Tidak ada Rhoma Irama –pun tiruannya. Inilah kali pertama saya ke Riyadh –dulunya hanya sebatas transit di bandaranya.
Hai Riyadh! Saya datang!
"Mau ngapain di sini?" tanya Riyadh yang hanya terdengar di hati.
"Saya juga tidak tahu," jawab saya ke Riyadh.
Semoga bisa bertemu Ronaldo di stadion An-Nassr. Atau bertemu Neymar di stadion Al Hilal.
"Omon koson," ujar si Riyadh. Rupanya Riyadh sudah bisa memodifikasi kata-kata terkenal di Indonesia sejak debat capres yang lalu.
BACA JUGA:Beras Bansos
Besoknya saya ke dua stadion itu: tutup. Jangankan Ronaldo dan Neymar, stadion itu pun belum milik mereka.
An-Nassr hanya diberi hak mengelola stadion besar milik King Saud University. Kampusnya di seberang stadion. Luas. Di pusat kota.
Al Hilal mendapat hak mengelola stadion lainnya. Masih baru. Gres. Milik pemerintah: Kingdom Arena. Wajah depannya seperti gedung perpustakaan. Letaknya di pinggir kota. Di seberang theme park terkenal: Boulevard World.
Saya akan ke situ lagi kelak, di tahun 2035: kalau Piala Dunia jadi dilaksanakan di Saudi Arabia.