Ekonom: Regulasi Tumpang Tindih, Birokrasi Lamban dan Banyak Pungutan Hambat Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Dr. Eugenia Mardanugraha S.Si., M.E.-GAPKI-antara
BELITONGEKSPRES.COM - Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Namun, untuk mencapai ambisi tersebut, dibutuhkan lebih dari sekadar dorongan investasi. Faktor fundamental seperti kepastian hukum masih menjadi tantangan besar yang menghambat masuknya investor asing maupun domestik.
Menurut Ekonom Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha, lemahnya kepastian hukum di Indonesia menjadi salah satu hambatan utama pertumbuhan ekonomi. Dibandingkan negara-negara seperti Tiongkok dan Vietnam, Indonesia dinilai memiliki tingkat ketidakpastian hukum yang relatif tinggi.
“Di Indonesia, mengurus sewa atau pembelian lahan sangat berbelit. Banyak pungutan resmi dan tidak resmi, sementara pengurusan legalitas usaha bisa memakan waktu bertahun-tahun. Hal ini menciptakan ketidakpastian ekonomi dan membuat investor sulit menghitung potensi keuntungan,” jelas Eugenia, Kamis 25 Juni.
BACA JUGA:Prabowo Dijadwalkan Goundbreaking Proyek Pabrik Baterai EV di Maluku Utara pada 29 Juni
BACA JUGA:Pemerintah Gaspol Capai Swasembada Gula, Mentan Amran: Petani Harus Untung!
Industri Lahan Terdampak Paling Parah
Sektor yang paling terdampak oleh ketidakpastian hukum adalah industri yang membutuhkan kepastian lahan, seperti manufaktur dan perkebunan terutama industri kelapa sawit. Sementara sektor perdagangan dan ekspor masih mampu bertahan, mereka juga tak luput dari persoalan regulasi dan tumpang tindih aturan yang menghambat kelancaran usaha.
“Banyak regulasi tumpang tindih antara pusat dan daerah. Birokrasi yang lamban dan pungutan yang tak jelas menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif. Ini membuat calon investor ragu menanamkan modal di Indonesia,” tambah Eugenia.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, juga menyoroti pentingnya keadilan dan kepastian hukum dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena hukum yang sering berubah dan tidak konsisten, terutama dalam persoalan kepemilikan aset perusahaan dan lahan.
BACA JUGA:Zulkifli Hasan: Konflik Iran-Israel Belum Ganggu Ketahanan Pangan Nasional
BACA JUGA:Kemnaker Siapkan Strategi Antisipasi PHK Dampak Konflik Iran-Israel
“Bagaimana mungkin PT yang sudah sah secara hukum bisa tiba-tiba berpindah tangan tanpa kejelasan? Ini jelas melemahkan fondasi hukum dan mengganggu kepercayaan investor,” tegas Yusril.
Tantangan Lain: APBN dan Dinamika Global
Eugenia juga menyinggung faktor lain yang memperlambat laju pertumbuhan, seperti efisiensi anggaran pemerintah (APBN) dan ketidakpastian global, termasuk kebijakan ekonomi Amerika Serikat serta konflik geopolitik di Timur Tengah.
“Saat belanja pemerintah ditekan karena efisiensi, otomatis dampaknya terasa di sektor riil, seperti pariwisata dan logistik ekspor-impor. Ditambah konflik regional, ini memperparah situasi,” ujarnya.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87 persen (y-on-y), lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 5,11 persen.