Rokok Murah Mengancam Generasi Emas Indonesia

Paparan yang disampaikan oleh Anggota Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Jalal, dalam webinar bertajuk "Dampak Filter Plastik Puntung Rokok terhadap Kesehatan dan Lingkungan", di Jakarta, Selasa (27/2/2024). (ANTARA/Anita Permata Dewi)--

BACA JUGA:UMKM Kopi Bengkulu Bangkit Setelah Nyaris Bangkrut

Realisasi penerimaan cukai hasil tembakau, hingga Agustus 2023 mencapai Rp126,8 triliun, 54,53 persen dari target total CHT APBN 2023.

Meskipun terjadi penurunan, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto memproyeksikan realisasi penerimaan pada akhir 2023 mencapai Rp218,1 triliun. Faktor utama penurunan penerimaan adalah peralihan konsumsi rokok murah (Golongan II), peralihan konsumsi ke rokok elektronik (REL), dan maraknya peredaran rokok ilegal.

Penurunan penerimaan cukai rokok pada tahun 2023 perlu menjadi perhatian serius, terutama karena dampak peralihan konsumsi rokok murah yang mengurangi penerimaan secara signifikan dan telah menjadi ancaman yang persisten.

Dalam mengatasi maraknya rokok murah di pasaran, perbaikan struktur tarif cukai menjadi esensial. Optimisasi struktur tarif cukai, terutama pada Golongan I, yang tarif cukainya terlalu tinggi, menjadi kunci.

Upaya ini tidak hanya akan meningkatkan penerimaan, tetapi juga mencegah munculnya rokok ilegal akibat kenaikan tarif yang berlebihan, sehingga perlu dilakukan langkah strategis dalam menyikapi, dengan melakukan penyederhanaan bertahap pada struktur tarif CHT untuk menghindari ketidakmerataan kenaikan tarif antargolongan.

BACA JUGA:Negeri Jiran pun Menunggu Hasil Resmi Pemilu Indonesia

BACA JUGA:Hilirisasi Pangan dan Minerba Pacu Pertumbuhan Ekonomi

Selain itu, perlu adanya revisi regulasi terkait pemantauan harga transaksi pasar untuk mengurangi peluang industri menurunkan harga rokok. Jarak tarif yang ideal antargolongan rokok melibatkan kenaikan tarif CHT minimal 25 persen per tahun di atas inflasi. Struktur tarif tanpa golongan dapat meminimalkan variasi harga di pasaran, memaksimalkan penerimaan cukai.

Maraknya rokok murah di pasaran perlu menjadi perhatian serius semua pihak. Hal ini karena berkaitan dengan aksesibilitas rokok oleh anak-anak. Tahun 2045 menjadi titik puncak sejarah bagi Indonesia yang akan menginjak usia seratus tahun.

Dalam memandang masa depan yang gemilang ini, muncul wacana tentang Generasi Emas 2045. Meskipun masih terasa jauh, persiapan harus dimulai sejak sekarang, terutama dengan tumbuhnya bibit-bibit unggul di antara generasi muda yang lahir pada masa ini.

Generasi Emas 2045 haruslah menjadi bagian integral dari persiapan menghadapi bonus demografi. Mereka tidak hanya diharapkan pintar secara intelektual, tetapi juga memiliki kecerdasan komprehensif. Hal ini mencakup produktivitas, inovasi, interaksi sosial yang damai, karakter yang kuat, kesehatan, dan berperadaban unggul.

BACA JUGA:Makan Gratis tanpa Berpikir Kritis

BACA JUGA:Melestarikan Bahasa Ibu sebagai warisan budaya

Pentingnya Generasi Emas 2045 terletak pada bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia pada tahun 2045, di mana 70 persen penduduknya akan berada dalam usia produktif. Namun, potensi dampak buruk, seperti kemiskinan dan kualitas kesehatan rendah, menjadi ancaman jika bonus demografi ini tidak dimanfaatkan dengan bijak.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan