Rokok Murah Mengancam Generasi Emas Indonesia

Paparan yang disampaikan oleh Anggota Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Jalal, dalam webinar bertajuk "Dampak Filter Plastik Puntung Rokok terhadap Kesehatan dan Lingkungan", di Jakarta, Selasa (27/2/2024). (ANTARA/Anita Permata Dewi)--

Masa depan anak Indonesia ternyata menghadapi tantangan yang serius dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan. Berdasarkan peringkat yang dirilis WHO-UNICEF menunjukkan bahwa indeks perkembangan anak Indonesia berada di peringkat 117 dari 180 negara yang diteliti. Hal ini mencerminkan keterlambatan signifikan dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, dan Singapura.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa kondisi kesehatan anak muda di Indonesia mengalami penurunan dalam enam tahun terakhir. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase keluhan kesehatan dan angka kesakitan pada kelompok usia 15-44 tahun, baik pada laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2016, persentase anak muda yang mengalami keluhan kesehatan mencapai 17,4 persen.

Tren peningkatan terus terjadi, dan pada 2021, persentase keluhan kesehatan anak muda naik menjadi 21,24 persen. Angka kesakitan juga mengalami peningkatan, dari 8,54 persen pada 2016 menjadi 10,23 persen pada 2021.

BPS juga menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran anak muda, semakin tinggi pula persentase keluhan kesehatan dan angka kesakitan. Pada kelompok pengeluaran teratas, terdapat 24,28 persen anak muda yang mengalami keluhan kesehatan, sementara kelompok pengeluaran menengah mencapai 21,54 persen, dan kelompok pengeluaran terbawah sebesar 19,06 persen.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 menjelaskan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita di Indonesia mencapai Rp1,45 juta per bulan. Data ini menunjukkan kenaikan sebesar 4,2 persen dibandingkan dengan September 2022 yang sebesar Rp1,39 juta per bulan.

Dalam pengelompokan antara makanan dan bukan makanan, kelompok makanan memiliki rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp711.282, sedangkan kelompok bukan makanan mencapai Rp740.588 per bulan.

Dalam kelompok makanan, kategori makanan dan minuman jadi menjadi kategori dengan pengeluaran per kapita terbesar, mencapai Rp227.581 per bulan. Hal ini menandakan kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih memilih konsumsi makanan dan minuman instan yang lebih praktis.

Berikutnya konsumsi rokok dan tembakau menjadi peringkat kedua tertinggi dengan pengeluaran per kapita sebesar Rp91.003 per bulan. Pengeluaran ini lebih tinggi dibanding dengan pengeluaran untuk belanja gizi seimbang keluarga.(*)

*) Devi Utami Rika Safitri adalah tim editor Jurnal Neoekohumanika Peneliti junior Center of Human and Economic Development, ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan