Rokok Murah Mengancam Generasi Emas Indonesia
Paparan yang disampaikan oleh Anggota Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Jalal, dalam webinar bertajuk "Dampak Filter Plastik Puntung Rokok terhadap Kesehatan dan Lingkungan", di Jakarta, Selasa (27/2/2024). (ANTARA/Anita Permata Dewi)--
JAKARTA - Keputusan terbaru pemerintah Indonesia telah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada rokok sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024.
Kenaikan tarif tersebut berlaku untuk berbagai golongan rokok, seperti sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP), dengan persentase kenaikan yang berbeda-beda, sesuai dengan golongan masing-masing.
Tidak hanya pada CHT, Presiden Jokowi juga meminta kenaikan tarif cukai berlaku untuk rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Rokok elektrik akan mengalami kenaikan rata-rata 15 persen setiap tahun, selama lima tahun ke depan.
Keputusan ini disertai pertimbangan aspek-aspek penting, seperti tenaga kerja pertanian dan dampak terhadap industri rokok. Selain itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun dan mencoba mengendalikan konsumsi serta produksi rokok, dengan harapan dapat menurunkan keterjangkauan rokok di masyarakat.
Keputusan ini bagian dari upaya pemerintah Indonesia dalam menanggulangi masalah yang berkaitan dengan konsumsi tembakau.
BACA JUGA:Menyemai Mimpi Siswa Sekolah Taruna Papua
BACA JUGA:Konstitusi Melindungi Kearifan Lokal Demi Anak Cucu Kita
Kebijakan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada rokok yang tidak dibarengi dengan penyederhanaan struktur tarif cukai memunculkan persoalan baru, yakni peralihan konsumsi ke rokok murah.
Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan perilaku konsumsi, tetapi juga menggambarkan tantangan serius dalam upaya menjaga kesehatan dan keberlanjutan generasi mendatang.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami dinamika peralihan konsumsi rokok murah dan dampaknya terhadap Generasi Emas Indonesia.
Peralihan konsumsi rokok ke harga murah dipengaruhi secara langsung dari kompleksitas struktur tarif cukai dan ketidakmerataan kenaikan tarif antargolongan rokok.
Terdapat disparitas dalam peningkatan cukai antargolongan, yang menyebabkan harga jual eceran menjadi semakin terpaut.
Kenaikan cukai pada rokok Golongan I secara signifikan yang tidak sebanding dengan kenaikan cukai pada rokok Golongan II. Kondisi ini mendorong konsumen perokok "akut" cenderung beralih ke rokok Golongan II, sehingga berdampak pada penurunan penjualan pada rokok Golongan I. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi pengendalian, kenaikan tarif CHT untuk mengurangi konsumsi rokok tidak tercapai, dan jarak tarif antargolongan yang lebar menjadi pemicu utama peralihan konsumen dari Golongan I ke Golongan II.
BACA JUGA:Optimisme Pengembang Properti Pacu Pertumbuhan Ekonomi