Mendikdasmen Canangkan Kembalinya Ujian Nasional, Pakar Minta Evaluasi Sistem yang Ada

Foto: Ilustrasi Ujian Nasional--Dokumentasi Jawa Pos

BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti baru-baru ini mengemukakan rencana untuk mengembalikan Ujian Nasional (UN), yang segera memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan akademisi.

Menanggapi isu ini, Prof Tuti Budirahayu, seorang pakar Sosiologi Pendidikan dari Universitas Airlangga, menegaskan bahwa tantangan utama yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah pemerataan kualitas pendidikan yang masih belum optimal.

“Jika keputusan untuk melaksanakan UN kembali diambil, penting untuk tidak menerapkan metode yang sama seperti sebelumnya. Harus ada penyesuaian yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di setiap sekolah,” katanya kepada JawaPos.com, Selasa, 7 Januari.

Prof Tuti mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa dalam menerapkan kebijakan ini. Kesiapan sekolah, guru, siswa, dan orang tua harus diperhitungkan secara matang sebelum keputusan final dibuat.

BACA JUGA:Dasco Sebut Prabowo Minta KPK Dampingi Penyelenggaraan Haji 2025

BACA JUGA:Sufmi Dasco: Efisiensi Menjadi Kunci Penurunan Biaya Haji 2025

“Penting untuk melakukan kajian mendalam mengenai urgensi kembalinya UN. Kajian ini harus mencakup berbagai wilayah di Indonesia,” tambahnya. Kajian tersebut seharusnya mempertimbangkan tren hasil belajar siswa antara tahun 2021 hingga 2024, terutama setelah penghapusan Ujian Nasional yang digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

Lebih jauh, Prof Tuti mencatat bahwa perubahan menteri pendidikan di Indonesia sering disertai dengan perubahan kebijakan. Alih-alih menyelesaikan masalah yang ada, hal ini justru dapat menghambat pembangunan sistem pendidikan yang lebih baik.

“Pendidikan di Indonesia masih kurang memiliki cetak biru (blueprint) yang kuat dan berjangka panjang. Kita sebenarnya memiliki pengalaman yang cukup baik dalam pengelolaan pendidikan,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa keberhasilan belajar siswa harus diukur dari berbagai dimensi, tidak hanya berdasarkan skor ujian formal. “Penting untuk memperkuat kebiasaan belajar siswa melalui program literasi dan kegiatan belajar yang dikembangkan oleh guru, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman, tanpa tekanan,” jelas Prof Tuti.

Sebelumnya, Mendikdasmen Abdul Mu'ti juga memberikan sinyal kuat bahwa UN akan kembali sebagai sistem evaluasi pendidikan pada tahun 2025. “Konsep UN sudah siap, tetapi pelaksanaannya akan menunggu tahun ajaran baru. Untuk nama dan bentuknya, kita tunggu pengumuman resmi,” tuturnya di Jakarta pada 31 Januari lalu. (jpc)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan