BELITONGEKSPRES.COM - Buruh di Indonesia secara tegas menentang rumusan pemerintah mengenai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang sedang dibahas, terutama terkait rencana pemisahan upah berdasarkan kategori industri padat karya dan padat modal.
Para pekerja menganggap kebijakan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang telah mengatur prinsip-prinsip dalam penetapan upah.
Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dalam keterangan tertulisnya pada 26 November 2024, menegaskan bahwa rumusan pemerintah mengenai pemisahan dua kategori upah jelas melanggar keputusan MK. “Keputusan draft permenaker ini bertentangan dengan keputusan MK, sehingga ditolak oleh buruh,” kata Iqbal.
Senada dengan Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea juga mengkritik pembagian dua kategori kenaikan upah tersebut, dengan menyatakan bahwa kebijakan tersebut melanggar putusan MK.
BACA JUGA:Prabowo Umumkan Kenaikan Gaji Guru ASN dan Non-ASN Mulai 2025
BACA JUGA:Mentan Amran Pastikan Bulog Serap Hasil Panen Petani Milenial
Ia menambahkan bahwa keputusan MK terkait dengan UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa kenaikan upah minimum seharusnya hanya berdasarkan faktor-faktor seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, serta mempertimbangkan proporsionalitas kebutuhan hidup layak (KHL).
Menanggapi penolakan tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengakui adanya diskusi mengenai kemungkinan pemisahan upah berdasarkan sektor industri, antara padat karya dan padat modal. Namun, ia menegaskan bahwa usulan ini masih dalam bentuk draft dan belum final. "Ini masih berupa draft. Kami sadar ada perusahaan yang masih mengalami kesulitan finansial, dan kami tengah merumuskan regulasi ini," ujar Yassierli pada 25 November 2024.
Keputusan pemerintah mengenai UMP ini masih dalam tahap pembahasan, namun sudah memicu perdebatan sengit antara serikat pekerja dan pihak pemerintah terkait kesesuaian dengan putusan MK dan kebutuhan buruh. (dis)