BACA JUGA:Hujan di Bulan Guru Nasional
Tugas utama murid adalah menyadari bahwa dirinya “kelaparan”. Lapar akan ilmu pengetahuan, lapar pengalaman, lapar akan nilai, lapar akan tujuan hidup. Di sini, seorang guru hadir, menyajikan “makanan" yang dibutuhkan anak didik. Bukan saja memberi makanan, tetapi mampu menjadi pelayan terbaik dan menyenangkannya.
Lebih 30 tahun lalu, ajaran itu diberikan guru saya, tetapi baru "nyes" saya nikmati sekarang: benar-benar dibutuhkan anak didik. Meski, di era hiperteknologi, bagi saya, cerita tentang ajaran sosial kehidupan sangat penting dibagikan kepada peserta didik disertai inovasi kreatif sang guru.
Ketiga, "Mènèhana busana marang wong kang wuda" (Memberikan pakaian kepada orang yang telanjang). Ibarat anak didik seperti manusia belum memiliki baju, maka tugas seorang guru memberinya baju. Baju kehidupan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan peserta didik.
Sekarang, saya menyadari benar bahwa baju dimaksud adalah nilai dan karakter. Dalam proses pendidikan dilakukan para guru penting dikenakan “baju kehidupan” kepada anak didik. Penting disadari bagi guru mutakhir, yang rata-rata didominasi generasi milenial, untuk mengulik ulang ajaran luhur masa lampau sebagai pilar nilai dan karakter, sehingga menyentuh dan bermakna bagi peserta didik.
BACA JUGA:Pilkada 2024 Ajang Kedewasaan Berpolitik
Dalam konteks pendidikan abad ke-21, tentu lebih rumit dibandingkan tiga puluhan tahun lalu. Sebab era mutakhir penuh guncangan, serba tidak terduga. Era hiperteknologi ini serba mudah, maka tugas guru adalah menyadarkan betapa pentingnya literasi kehidupan, literasi sosial, literasi teknologi, dan literasi digital bagi anak didik. Literasi adalah baju kehidupan abadi.
Keempat, "Mènèhana ngiyup marang wong kang kodanan" (Memberikan payung kepada orang yang kehujanan). Tugas guru selanjutnya adalah menjadi tempat berteduh kala hujan turun. Metafora hujan tentu sangat luas, bisa ditafsirkan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Guru mutakhir penting menyadari, mereka adalah tempat berteduh bagi anak didik.
Di konteks mutakhir bisa dimaknai, hujan sebagai derasnya informasi tidak terbatas. Kemajuan teknologi informasi memberikan hujan tidak terhingga, bahkan menimbulkan banjir informasi yang melanda ingatan peserta didik tanpa bisa dikontrol dengan pikiran sadarnya.
Akhirnya
Ajaran di atas dikenal dengan "catur piwulang" (empat ajaran). Empat ajaran Sunan Drajat dengan demikian perlu dimiliki dan diperankan oleh guru. Penafsiran baru atas ajaran luhur masa lalu penting dikonstruksi ulang secara kreatif dalam pendidikan yang dilakukan.
BACA JUGA:Integrasi Energi Terbarukan dalam Pengembangan Grid Pintar
Ajaran lain dari Sunan Drajat, yang pernah disampaikan guru SPG saya, dan, –menurut saya--, penting dimiliki para guru agar menjadi guru yang "kaffah" adalah sebagai berikut.
Pertama, pentingnya guru bisa menyenangkan anak didik. Membangun resep "tyasing sasoma" (Kita selalu membuat senang hati orang lain). Guru diharapkan dapat menyenangkan peserta didik, dalam arti mendidik dengan menyenangkan, menyentuh hati, menggerakkan, dan menghidupkan jiwa.
Kedua, pentingnya guru memiliki jiwa waspada dan mampu menanamkan kewaspadaan dalam kehidupan yang seakan serba mudah dan menyenangkan. "Jeroning suka kudu éling lan waspada" (Di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada). Ajaran ini dapat diaktualisasikan dengan kesadaran baru bahwa jangan sampai zaman hiperteknologi sekarang ini melenakan kita. Sebaliknya, pendidikan yang dilakukan guru dapat mengajarkan kewaspadaan. Guru wajib menjadi teladan konkret dalam literasi kehidupan bagi peserta didik.
Ketiga, pentingnya guru mampu menanamkan kesadaran agar anak berani menghadapi rintangan dalam mencapai cita-cita kehidupan. "Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah" (Dalam perjalanan mencapai cita-cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan). Gen Z, misalnya, yang dibelai oleh budaya instan, terkadang lemah motivasi gerak, bisa disentuh dan disadarkan dengan ajaran luhur demikian.
BACA JUGA:Pusaran Konflik dan Jembatan Melewatinya