Ekonom Sebut Pajak Kekayaan dan Pajak Karbon Potensinya Rp86 Triliun, Bukan Malah Menaikkan PPN

Senin 18 Nov 2024 - 22:20 WIB
Reporter : Erry Frayudi
Editor : Erry Frayudi

BELITONGEKSPRES.COM - Ekonom dan Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengemukakan bahwa memperluas objek pajak akan lebih efektif dalam meningkatkan pendapatan negara dibandingkan dengan kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. 

Ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan opsi seperti pajak kekayaan (wealth tax) yang dapat menghasilkan potensi pendapatan sebesar Rp 86 triliun per tahun, serta pajak atas keuntungan komoditas (windfall profit tax) dan pajak karbon, sebagai alternatif dari kenaikan PPN.

Menurut Bhima, di tengah kondisi perekonomian yang sedang menghadapi berbagai tantangan, kenaikan tarif PPN bukanlah solusi terbaik untuk memperbesar pendapatan negara. 

Kenaikan tarif PPN yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dari 10 persen menjadi 11 persen, dan kemudian menjadi 12 persen, sudah mencapai akumulasi 20 persen. 

BACA JUGA:OJK Terus Perkuat Pengawasan dan Uji Ketahanan Sektor Industri Jasa Keuangan

BACA JUGA:Program MBG Tak Hanya Menangani Stunting, Tapi Dukung Pemanfaatan Pangan Lokal

Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi tahunan, yang pada gilirannya bisa berdampak pada inflasi umum dan kenaikan harga barang.

Kenaikan PPN 12 persen berpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah yang selama ini menjadi kontributor utama konsumsi rumah tangga. Tekanan sudah terasa dengan meningkatnya harga pangan dan kesulitan dalam mencari pekerjaan.

Jika tarif PPN dinaikkan, khawatirnya konsumsi barang-barang sekunder seperti elektronik, kendaraan, dan kosmetik akan menurun, karena golongan menengah yang paling banyak mengonsumsinya.

Bukan hanya konsumen yang terdampak, tetapi juga pelaku usaha. Kenaikan tarif PPN akan mendorong mereka untuk menyesuaikan harga produk, yang bisa berujung pada penurunan omzet, pengurangan kapasitas produksi, dan potensi pengurangan tenaga kerja. 

BACA JUGA:Harga MinyaKita Naik, Rantai Distribusi Terlalu Panjang Jadi Pemicu, Kemendag Sipkan Langkah Tegas

BACA JUGA:Pangkas Birokrasi, Perpres Baru Siap Sederhanakan Penyaluran Pupuk untuk Petani

Jika tren ini berlanjut, ada risiko meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.

Bhima mengingatkan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif PPN 12 persen ini, karena dapat mengancam pertumbuhan ekonomi yang selama ini didorong oleh konsumsi rumah tangga.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 tetap akan dilaksanakan, sesuai dengan mandat Undang-Undang. 

Kategori :