BACA JUGA:Mengarusutamakan Kesetaraan Gender untuk Ekonomi Berkelanjutan
Salah satu contoh yang bisa dijadikan gambaran adalah bagaimana beberapa pengusaha beralih dari bisnis tekstil ke bisnis makanan olahan atau sektor pertanian. Keduanya memiliki prospek yang lebih stabil karena kebutuhan dasar masyarakat akan makanan tidak berkurang, meski daya beli turun. segmen penjual makanan siap saji yang menawarkan harga terjangkau, porsi yang sesuai, dan lokasi yang mudah diakses juga bisa menjadi alternatif untuk membuka bisnis baru.
Bahkan sangat mungkin terjadi peningkatan permintaan di segmen ini, terutama dari konsumen yang lebih memilih membeli makanan daripada memasak di rumah karena pertimbangan efisiensi waktu dan biaya. Bagi pengusaha UMKM di bidang makanan, ini bisa menjadi peluang untuk menjaga stabilitas keuangan usaha dengan fokus pada produk yang harganya terjangkau namun tetap memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari.
Selama masa deflasi, menjaga arus kas menjadi lebih penting dari saat sebelumnya. Selama belum ada tambahan dari sumber pendapatan baru karena masih bertahan pada bisnis saat ini, maka pendapatan yang menurun harus dikelola dengan ketat agar bisnis memiliki cukup dana untuk bertahan.
Fokuskan pengeluaran pada biaya operasional yang benar-benar esensial, dan hindari pengeluaran besar yang tidak mendesak. Pastikan persediaan di gudang dapat segera terjual dan gunakan data penjualan sebelumnya untuk menjadi rujukan penganggaran produksi. Hindari pula penjualan yang tergolong piutang. Selain itu, hindari utang berbunga tinggi karena nilai riil utang akan meningkat di saat deflasi.
BACA JUGA:Mengukir Kemandirian Energi Bersih di 'Telur Emas' Bali
Inovasi menjadi kunci bagi pengusaha dalam merespons perubahan pasar. Saat daya beli menurun, konsumen menjadi lebih selektif.
Menawarkan produk yang lebih relevan dengan kebutuhan mendasar konsumen bisa menjadi langkah strategis. Misalnya, menjual produk dalam kemasan kecil dengan harga terjangkau atau menawarkan layanan pengiriman gratis.
Inovasi seperti ini dapat meningkatkan loyalitas pelanggan sekaligus menarik pelanggan baru di tengah kompetisi yang ketat.
Di era digital ini, teknologi menjadi alat penting untuk bertahan di tengah krisis. Banyak UMKM yang beralih ke platform online untuk memperluas jangkauan pasar mereka. Penjualan melalui e-commerce memungkinkan pengusaha menjangkau lebih banyak konsumen dengan biaya yang lebih rendah. Teknologi juga memungkinkan pengusaha memanfaatkan media sosial untuk promosi dengan biaya yang lebih hemat.
Kolaborasi dengan pengusaha lain dapat menjadi cara efektif untuk menekan biaya operasional. Kerja sama dalam hal pemasaran bersama, pengiriman barang, atau berbagi lokasi usaha dapat membantu pengusaha bertahan lebih lama di tengah deflasi. Kolaborasi juga dapat membuka peluang baru yang sebelumnya tidak terpikirkan.
BACA JUGA:Asa Pekerja Migran RI di Malaysia dari Kabinet Merah Putih
Selama deflasi, fokus pada produk dan layanan yang bersifat kebutuhan pokok adalah pilihan yang bijak. Konsumen tetap akan mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan dasar seperti pangan dan kesehatan. Pengusaha yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan dasar konsumen memiliki peluang lebih besar untuk bertahan bahkan berkembang.
Deflasi memang menjadi tantangan besar bagi pelaku usaha, terutama UMKM. Namun, dengan strategi yang tepat, seperti diversifikasi usaha, inovasi, dan pemanfaatan teknologi, pengusaha dapat bertahan dan bahkan menemukan peluang baru di tengah krisis. Boleh jadi, banting setir bukanlah tanda menyerah, melainkan langkah untuk menjemput kesuksesan di masa depan. (ant)
*) Baratadewa Sakti Perdana, Praktisi Keuangan Keluarga & Pendamping Keuangan Bisnis UMKM