BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menekankan pentingnya menghilangkan praktik ekspor bahan mentah dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan rempah-rempah. Sebagai gantinya, ia mendorong proses hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dari produk-produk tersebut.
Dalam sebuah diskusi yang berlangsung di Bogor pada Sabtu, Teten menjelaskan bahwa rempah-rempah Indonesia memiliki potensi besar untuk diolah lebih lanjut, misalnya sebagai bahan baku industri bumbu, farmasi, makanan-minuman, dan kecantikan.
“Kita perlu menyatukan visi semua pihak agar bisa merancang program-program yang berfokus pada hilirisasi rempah,” jelasnya melalui siaran pers resmi Kementerian.
Teten juga mengungkapkan bahwa teknologi untuk mengolah rempah menjadi produk bernilai tinggi sebenarnya cukup mudah diakses. Kemenkop UKM bahkan sudah mendirikan pabrik-pabrik kecil dan menengah untuk mengolah bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi.
BACA JUGA:Mentan Targetkan Swasembada Pangan dalam 3 Tahun, Libatkan Petani Milenial dengan Teknologi Modern
BACA JUGA:GoPay Tegas Lawan Judi Online, Penerapan e-KYC dan AI dalam Mencegah Penyalahgunaan
Sebagai contoh, ia menyoroti keberhasilan pengolahan nilam di Aceh menjadi minyak atsiri berkualitas tinggi yang sudah sesuai standar internasional. Minyak atsiri tersebut saat ini bahkan diekspor langsung ke Paris untuk digunakan dalam industri parfum.
Menurut Teten, Indonesia saat ini menyuplai sekitar 80 persen kebutuhan minyak nilam dunia untuk industri parfum global.
Selain minyak nilam, Teten juga menyebutkan keberhasilan hilirisasi komoditas lain seperti cabai yang kini diolah menjadi pasta dan cokelat yang telah memiliki pabrik pengolahan khusus.
“Kita perlu mengembangkan rempah-rempah Indonesia menjadi produk bumbu yang dapat bersaing di pasar global. Makanan Indonesia masih kurang dikenal dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam, yang sudah populer di dunia,” ujarnya.
Namun, Teten juga mengakui bahwa industri rempah Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar, termasuk fluktuasi harga, kurangnya infrastruktur pendukung, akses pasar yang terbatas, serta isu keberlanjutan dalam pengelolaan lingkungan.
BACA JUGA:Dorong UMKM Go Global: Perum Peruri Gelar Pelatihan Branding untuk Pelaku Usaha
BACA JUGA:Prabowo Berencana Ubah Subsidi Barang Jadi Bantuan Langsung Tunai untuk Mengurangi Kemiskinan
“Rantai pasok yang belum terintegrasi dengan baik menyebabkan banyak petani rempah berada dalam kondisi ekonomi yang sulit. Produk kita sering kali tidak mencapai nilai jual optimal di pasar internasional,” kata Teten.
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Dewan Rempah Kejayaan Indonesia (DRKI), Tjokorda Ngurah Agung Kusuma Yudha, mengungkapkan bahwa nilai total perdagangan rempah dunia hampir mencapai 42 miliar dolar AS per tahun.