Pakar Hukum Kritik Kinerja KPK Ungkap Kasus Dugaan Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang Pangarep

Minggu 08 Sep 2024 - 19:48 WIB
Reporter : Erry Frayudi
Editor : Erry Frayudi

BELITONGEKSPRES.COM - Isu dugaan gratifikasi terkait penggunaan jet pribadi oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, menarik perhatian publik. 

Sorotan ini muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan rencana untuk memanggil Kaesang guna klarifikasi. 

Namun, KPK kemudian membatalkan niat tersebut, dengan alasan mereka fokus pada laporan yang telah masuk ke Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

Abdul Fickar Hadjar, seorang pakar hukum pidana, mengkritik KPK pasca revisi Undang-Undang yang dinilainya telah mengurangi kekuatan lembaga tersebut. 

BACA JUGA:Urgensi Pembentukan Angkatan Siber di Tengah Keberadaan BSSN dan Satsiber TNI-Polri

BACA JUGA:Pertamina Patra Niaga dan Lion Group Kerjasama Ekspansi Layanan Avtur ke Internasional

Ia menyebut bahwa meski Kaesang bukan pejabat negara, posisinya sebagai putra Presiden Joko Widodo menimbulkan potensi gratifikasi. 

Fickar juga menilai langkah KPK terlalu banyak dipengaruhi pertimbangan non-juridis, sehingga kehilangan independensi sebagai lembaga antikorupsi.

Kritik lainnya mengarah pada ketidakjelasan KPK dalam memproses dugaan gratifikasi tersebut. Fickar menekankan bahwa meskipun Kaesang tidak memegang jabatan publik, KPK seharusnya mendalami lebih lanjut isu ini untuk merespons kekhawatiran publik. 

Ia bahkan membandingkan penggunaan jet pribadi oleh Kaesang dengan Paus Fransiskus yang selalu memilih pesawat komersial meski menjabat sebagai kepala negara Vatikan.

BACA JUGA:OJK Jelaskan Alasan Pencairan Dana Pensiun Harus Menunggu 10 Tahun

BACA JUGA:Kasus Jet Pribadi, KPK Persilakan Klarifikasi Secara Mandiri kepada Bobby dan Kaesang

Di sisi lain, juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, menjelaskan bahwa fokus lembaga saat ini adalah pada verifikasi laporan dugaan korupsi yang diterima dari publik. 

KPK tengah memproses laporan yang diajukan oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan akademisi Universitas Negeri Jakarta, Ubaidilah Badrun.

Klarifikasi awal, menurut Tessa, akan dilakukan dengan meminta keterangan dari pelapor untuk mengumpulkan dokumen pendukung, sebelum memutuskan apakah laporan ini layak ditindaklanjuti ke penyelidikan.

Kategori :