Secara nalar ada hubungan lurus antara kemudahan dan ketergantungan. Artinya, makin mudah sesuatu berarti kian bergantung, makin sulit berarti kian tidak tergantung.
BACA JUGA:Narsisisme Politik Kekuasaan
BACA JUGA:Partisipasi Masyarakat Jadikan Pesta Demokrasi Luber dan Jurdil
Pembelajaran maya bisa dilaksanakan jika ada listrik, ada komputer atau laptop, ada aplikasinya, ada internetnya, ada pulsanya, ada sinyalnya, dan persyaratan teknis lainnya.
Di sisi lain, pembelajaran tatap muka tidak memerlukan kebutuhan sebanyak itu alias lebih sedikit. Di sisi lain, jangkauan dan kemudahan mengikuti pembelajaran lebih leluasa, tidak dibatasi tempat, jumlah, atau waktu. Tingkat ketergantungan pembelajaran maya lebih tinggi daripada pembelajaran tatap muka.
Ketergantungan bisa dikurangi dengan keaslian sarana belajar yang autentik produk setempat.
Piramida Belajar Dale menunjukkan bahwa pembelajaran yang autentik lebih bisa diterima daripada imitasi. Belajar langsung tentang pengolahan pascapanen atau mengolah hasil palawija menjadi dodol jelas lebih bermakna daripada belajar dari video.
Pertanyaan selanjutnya, apakah sarana pembelajaran maya ini bisa sesedikit mungkin dan menggunakan sarana internal? Inilah matriks kemudahan dan ketergantungan yang penting untuk dipikirkan dan dirancang agar bisa menjadi pemainan (fail) dan bukan hanya sebatas penonton atau objek teknologi untuk menghasilkan pembelajaran maya yang efektif, efisien, dan menarik dengan mempertimbangkan tujuan dan kondisi pembelajaran.
Tatkala kondisi darurat terjadi, yakni tidak berjalannya pembelajaran maya karena gangguan sarana dan prasarana, esensi pembelajaran maya harus tetap terlaksana. Artinya kegiatan pembelajaran maya itu bukan hanya masalah material, yang lebih penting adalah nilai filosofis pembelajaran maya, yaitu kesetaraan dan kesempatan belajar tanpa batas waktu, tempat, umur, dan batas-batas bersifat fisik lainnya.
Belajar adalah kebutuhan semua manusia, belajar adalah sepanjang hayat, belajar sumber kemajuan dan peradaban.
Etika, moral, dan agama (EMA)
BACA JUGA:Meringkik di Atas Karang
BACA JUGA:Aksi Melek Perubahan Iklim Fisika Kuat dan Siswa Peduli
Perbincangan kedua terkait pembelajaran maya adalah masalah EMA. Ada dua bahan diskusi tentang EMA ini, yaitu bagaimana proses pembelajaran maya tetap patuh pada rambu-rambu EMA dan bagaimana mengukur hasil belajar EMA tatkala menggunakan pembelajaran maya.
Perbincangan ini menyangkut bagaimana teknologi ini membawa kebaikan, setidaknya impak kebaikannya lebih banyak dari dampak keburukannya, khususnya kepada pebelajar (orang yang melakukan kegiatan belajar). Kehadiran teknologi informasi ini diyakini membawa perubahan dalam aspek EMA.
Para pemikir, filsuf, dan agamawan menjelaskan bahwa teknologi adalah netral. Teknologi adalah alat bergantung dari tujuan penggunaannya. Selain urusan tujuan yang baik, penggunaan teknologi tetap memungkinkan peluang penyalahgunaan atau praktik yang mengabaikan EMA. Bisa jadi praktik buruk itu terjadi sebelum, selama proses, atau setelah selesainya sebuah kegiatan.