Era disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi menghadirkan tantangan baru dalam pemberantasan korupsi. Teknologi digital, di satu sisi, menawarkan peluang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, namun di sisi lain membuka celah baru untuk korupsi.
Tulisan ini mengkaji tantangan dan peluang pemberantasan korupsi di era digital serta menawarkan solusi inovatif yang memanfaatkan teknologi dan data untuk memerangi korupsi.
Korupsi merupakan penyakit kronis yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan menghambat pembangunan.
Di dunia serbadigital ini pemberantasan korupsi menghadapi berbagai tantangan. Di satu sisi, teknologi digital telah membuka celah baru untuk korupsi. Teknologi seperti internet, e-commerce, dan mobile banking membuka peluang untuk suap online, penggelapan dana elektronik, penyalahgunaan data pribadi, maupun bentuk-bentuk penyalahgunaan lain.
BACA JUGA:Menyimak Persiapan Pelaksanaan Upacara Bersejarah HUT Ke-79 RI di IKN
Di sisi lain, pemberantasan korupsi semakin kompleks di tengah disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi sehingga membutuhkan pendekatan inovatif.
Era big data dan data analytics menghadirkan tantangan dalam mengelola dan menganalisis data secara efektif untuk mendeteksi dan mencegah korupsi.
Di samping itu, keterbatasan kapasitas lembaga penegak hukum menjadi tantangan tersendiri. Lembaga penegak hukum belum sepenuhnya siap menghadapi kompleksitas korupsi di era digital sehingga membutuhkan peningkatan kapasitas dalam hal teknologi dan sumber daya manusia.
Beberapa contoh kasus korupsi yang terjadi di era disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi adalah korupsi e-KTP yang terjadi pada 2011--2013.
BACA JUGA:Penguatan Peran BNPT dalam Mencegah Aksi Terorisme
Kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini mencapai Rp2,6 triliun. Kasus korupsi e-KTP merupakan salah satu perkara korupsi terbesar di Indonesia yang melibatkan penggelapan dana dalam proyek pembuatan e-KTP. Para pelaku memanfaatkan sistem pengadaan barang dan jasa elektronik (e-procurement) untuk melakukan manipulasi data dan menggelembungkan atau mark-up harga.
Selain kerugian materiil, akibat lain yang ditimbulkan dalam kasus ini adalah munculnya keraguan terhadap keabsahan data e-KTP, pelayanan publik yang membutuhkan data e-KTP terhambat, serta turunnya kepercayaan publik terhadap Pemerintah.
Kasus lain adalah korupsi dana Bansos COVID-19 pada 2020 dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp10 triliun. Kasus korupsi dana bansos COVID-19 marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Para pelaku memanfaatkan sistem penyaluran bansos secara online untuk melakukan manipulasi data penerima dan menggelembungkan jumlah bansos yang dibagikan.
Akibat korupsi dana Bansos COVID-19 ini, penyaluran bansos kepada masyarakat yang berhak menjadi terhambat dan kesenjangan sosial di tengah pandemi COVID-19 semakin parah. Kasus ini juga menimbulkan kemarahan dan kekecewaan masyarakat.
BACA JUGA:Arus Modal ke Pasar Keuangan Indonesia Meningkat