"Saya selalu berpendapat bahwa digitalisasi akan menciptakan ruang-ruang pertumbuhan ekonomi baru, digitalisasi akan menciptakan ruang-ruang kegiatan ekonomi yang baru dan ini yang harus kita cari terus ke depan," tandasnya.
Tensi Geopolitik Ancam Makro Ekonomi Seluruh Dunia
Chatib Basri, seorang Ekonom Senior menyampaikan beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh semua negara di dunia, termasuk Indonesia, dalam konteks ekonomi global saat ini. Salah satu tantangan utamanya adalah keterbatasan likuiditas.
"Sebelumnya ada ekspektasi bahwa tingkat bunga bisa diturunkan, tetapi dengan perkembangan terakhir justru mengindikasikan bahwa kita akan berhadapan dengan situasi suku bunga yang mungkin bukan hanya tinggi, tetapi juga berlangsung untuk periode waktu yang lama," tukasnya.
Kedua, kata beliau, adalah perlambatan ekonomi yang terjadi di Tiongkok. Menurutnya, hal ini dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia, terutama terkait bisnis ekspor nikel.
"Apa impact-nya ke Indonesia? Karena ekspor kita baik itu nikel, baik itu stainless steel, komoditas yang besar-besar itu targetnya adalah Tiongkok. Jadi kalau Tiongkok sedang slow down, kita juga pasti akan kena. Ekonomi Tiongkok sebelumnya mampu tumbuh hingga dua digit, kini hanya mampu tumbuh di level 5,2 persen pada 2023. Untuk setiap 1 persen penurunan ekonomi Tiongkok memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia yang ikut turun sebesar 0,3 persen," ungkapnya.
BACA JUGA:Ponsel Terbaru Redmi Note 13R Resmi Meluncur, Intip Harga dan Spesifikasinya
BACA JUGA:Buktikan Kekuatan Melalui Touring Jakarta - Bali, Motor Listrik Polytron Raih Rekor MURI
Selanjutnya, menurut Chatib, adalah potensi dampak ketegangan geopolitik di Timur Tengah terhadap perekonomian global. Bagi Indonesia, perang yang berkepanjangan berpotensi meningkatkan defisit APBN hingga Rp 300 triliun.
Kenaikan angka defisit APBN disebabkan oleh lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak tersebut akan memperbesar beban subsidi BBM.
"Harga minyak dunia bisa ada di kisaran USD 64 per barel jika konflik ini berkepanjangan. Skenario direct war, Israel-Iran, Timur Tengah, semua negara Arab terlibat. Maka implikasinya adalah harga minyak naik," pungkasnya.