PANGKALPINANG, BELITONGEKSPRES.COM - Fakta-fakta terkait aliran dana dalam kasus korupsi proyek cutting suction dredge (CSD) dan washing plant yang melibatkan PT Timah Tbk terungkap dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Kota Pangkalpinang.
Sidang perdana yang digelar pada Selasa, 21 Mei 2024, mengungkapkan bahwa proyek senilai hampir Rp 30 miliar tersebut tidak hanya gagal, tetapi dana yang seharusnya digunakan untuk proyek tersebut malah mengalir ke berbagai perusahaan.
Dalam persidangan tersebut, terdakwa utama, mantan kepala proyek Dr Ichwan Azwardi, didakwa atas keterlibatannya dalam kasus Tipikor CSD dan washing plant PT Timah yang berlokasi di Tanjung Gunung, Bangka Tengah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wayan Indra Lesmana menyampaikan dakwaannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Irwan Munir. Wayan mengungkap bahwa Ichwan Azwardi, selain dinilai gagal dalam melaksanakan proyek, juga diduga melanggar aturan pengadaan barang dan jasa.
Terungkap bahwa terdakwa mengusulkan pengadaan barang/jasa untuk proyek pembangunan washing plant dengan menggunakan metode CSD, yang ternyata melanggar pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta peraturan perusahaan PT. Timah Tbk nomor 10/Tbk/PER-0000/18-S11.1 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa yang mengatur penunjukan langsung.
BACA JUGA:Aksi Damai, Jurnalis di Babel Tolak Pengesahan RUU Penyiaran
BACA JUGA:Limbah Perusahaan Tambak Udang Dibuang ke Laut, Nelayan Kesal Tangkapan Anjlok
Selain itu, terkuak bahwa kapal CSD yang seharusnya dibeli dengan nilai Rp 37.553.500, ternyata tidak pernah ada. Lebih fatalnya, pada tanggal 4 Januari 2019, dilaporkan bahwa proses comissioning dilakukan tanpa menggunakan Kapal CSD, namun dengan biaya yang sama.
Kejanggalan semakin terlihat saat terdakwa, selaku Kepala Proyek, langsung melakukan serah terima pekerjaan kepada Kepala Unit laut bangka, Erwin Suheri, yang disaksikan oleh Ari Wibowo dan Wijaya, meskipun Kapal CSD tidak disewa untuk proses ore getting.
Dakwaan menyatakan bahwa proses serah terima seharusnya dilakukan saat pekerjaan sudah siap dioperasikan oleh Unit laut. Namun, setelah washing plant diserahkan, ternyata tidak dapat dioperasikan karena tidak ada Kapal CSD untuk melakukan penambangan Timah.
Pada tahap selanjutnya dalam persidangan, pertanyaan muncul: Apa alasan dari terdakwa? Jawabannya mungkin akan terungkap dalam persidangan pekan depan.
BACA JUGA:3 Calon Gubernur Babel dari PDIP di Pilkada 2024, Ini Kandidat di 7 Kabupaten/Kota
BACA JUGA:Stafsus Dirut Timah Diperiksa Terkait Korupsi Timah Babel, Bersama 5 Saksi Lainnya
Daftar 18 Perusahaan Penerima Aliran Korupsi
- PT Jebsen & Jessen dengan jumlah dana sebesar Rp1.640.000.000
- PT Pioneer dengan jumlah dana sebesar Rp975.000.000
- PT Bumi Artha Raharja dengan jumlah dana sebesar Rp332.000.000
- PT Aalmsjah Engineering dengan jumlah dana sebesar Rp1.557.000.000
- PT Gunadaya dengan jumlah dana sebesar Rp75.320.000,00
- TIMAH INTERNATIONAL INVESTMENT PTE dengan jumlah dana sebesar Rp3.800.677.872.
- PT GUNADAYA SOLUTECH dengan jumlah dana sebesar Rp106.000.000
- CV MANDIRI JAYA dengan jumlah dana sebesar Rp81.743.000,00
- CV AMAN KARYA dengan jumlah dana sebesar Rp425.000.000
- PT MITRA MUSI PUMP dengan jumlah dana sebesar Rp370.600.000
- PT WIRA GRIYA dengan jumlah dana sebesar Rp43.000.000
- PT PUTRA TANJUNG PURA dengan jumlah dana sebesar Rp950.000.001,00
- PT WALINDO JAYA ABADI dengan jumlah dana sebesar Rp253.183.000,00
- CV JASA BUMAY dengan jumlah dana sebesar Rp140.498.000
- CV Ratu Rembulan dengan jumlah dana sebesar Rp301.578.000
- CV Jaya Lestari dengan jumlah dana sebesar Rp1.864.500.000,00
- CV Makmur Mandiri dengan jumlah dana sebesar Rp1.991.018.000
- CV Jasa Bumay dengan jumlah dana sebesar Rp817.511.000
Namun, ironisnya, proyek tersebut ternyata jauh dari harapan dan bahkan tidak berfungsi sejak awal. Hal ini menyebabkan sang Kepala Proyek dan petinggi PT Timah Tbk saat itu terjerat dalam kasus hukum yang serius.