BELITONGEKSPRES.COM, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan bahwa kinerja APBN telah berjalan dengan baik dan kokoh. Ini tercermin dari surplus APBN sebesar Rp 8,1 triliun yang tercatat hingga Maret 2024, atau Kuartal 1-2024.
“Posisi total APBN kita masih mengalami surplus Rp 8,1 triliun atau 0,04 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan keseimbangan primer surplus Rp 122,1 triliun,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Maret 2024 di Jakarta, Jumat 26 April.
Surplus APBN menunjukkan bahwa pendapatan atau penerimaan pemerintah lebih besar daripada pengeluarannya. Surplus ini disebabkan oleh realisasi pendapatan negara hingga Maret 2024, yang mencapai Rp 620,1 triliun atau 22,1 persen dari target APBN.
Pencapaian ini mengalami kontraksi sebesar 4,1 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Seperti diketahui bahwa tahun 2022-2023 growth dari penerimaan negara itu sangat tinggi. Jadi walaupun kita memahami akan ada koreksi kita tetap hati-hati jadi dalam hal ini penurunan 4,1 persen year on year," kata Sri Mulyani.
BACA JUGA:IDC Rilis Laporan Tren Pasar Smartphone Quartal Pertama 2024, Samsung Geser Posisi Apple
BACA JUGA:Harga BBM Rawan Naik, Indef Sarankan Pemerintah Dorong Pengguaan Kendaraan Listrik
Selanjutnya, dari sisi belanja, tercatat sebesar Rp 611,9 triliun atau 18,4 persen dari pagu belanja tahun ini sudah dikeluarkan. "Jadi, kita telah mengumpulkan 22 persen dari target penerimaan negara, dan telah mengeluarkan 18,4 persen dari pagu belanja dalam satu kuartal ini," tambahnya.
Dilihat dari sisi belanja, pada kuartal pertama dari Januari hingga Maret, tercatat peningkatan sebesar 18,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. "Ini menunjukkan adanya belanja yang cukup besar di awal tahun, seperti penyelenggaraan pemilu," jelas Menkeu.
Dengan demikian, Ani, yang merupakan bendahara negara, memastikan bahwa kinerja APBN hingga Maret 2024, yang mencakup satu triwulan atau seperempat dari tahun ini, terlihat cukup positif.
Meskipun demikian, pemerintah tetap waspada terhadap dinamika yang mungkin terjadi di Kuartal II-2024, khususnya terkait dengan perlambatan dan normalisasi ke depannya.
"Karena pada tahun 2024 ini, terutama masuk ke triwulan kedua banyak perubahan di dalam geopolitik dan global ekonomi yang akan berimbas pada perekonomian seluruh dunia dan tentu Indonesia, termasuk terhadap APBN," tutupnya.