Saat ini, arah kebijakan ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas di Indonesia dilakukan secara inklusif. Artinya, semua orang dan apa pun kondisinya berhak mendapatkan pekerjaan yang layak.
Pemprov DKI Jakarta juga menerapkan apa yang telah menjadi amanat undang-undang, untuk mengakomodasi penyandang disabilitas di daerah itu yang lebih dari 44 ribu orang untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal.
Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen memberikan kemudahan akses yang dibutuhkan bagi warga penyandang ketunaan tersebut.
Pemprov DKI juga telah mengesahkan Perda Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Berdasarkan perda tersebut, ada 18 aspek pemerintahan yang membantu mewujudkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
BACA JUGA:Pentingnya Sikap Nasionalisme Dikalangan Pelajar
Khusus pemberdayaan disabilitas juga menjadi satu hal yang selalu diupayakan, misalnya melalui pelatihan kewirausahaan kepada para penyandang disabilitas penerima Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ) dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Dalam pelatihan yang diinisiasi oleh Dinsos DKI Jakarta, mereka juga diberikan pendampingan dan sosialisasi terkait Nomor Induk Berusaha (NIB), QRIS, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan e-Order.
Sementara itu, Komisi Nasional Disabilitas (KND) menyatakan bahwa stigma negatif mengenai pekerja disabilitas berpengaruh pada meningkatnya angka diskriminasi terhadap mereka di lingkungan pekerjaan.
Stigma negatif itu tentu saja berpengaruh terhadap citra diri penyandang disabilitas sebagai bagian dari para pekerja profesional.
Dalam kaitannya dengan citra diri, KND mencatat stigma negatif membuat perusahaan dan lingkungan kerja tidak mengenal dengan baik hambatan sekaligus kemampuan pekerja disabilitas, sehingga kerap kali menempatkannya dalam posisi yang tidak setara.
BACA JUGA:Mengawal Suara Rakyat Demi Pemilu Berkualitas
Untuk itu, perusahaan harus paham ketika menerima penyandang disabilitas itu seperti apa. Mereka harus paham apa itu aksesibilitas dan akomodasi yang layak, karena kalau kedua hal ini tidak dimengerti, maka akan banyak kasus asal diterima saja, terus tidak lama kemudian mereka mengundurkan diri.
Ketika perusahaan dan lingkungan kerja tidak memahami kapasitas pekerja disabilitas dan hanya berpaku pada stigma negatif, mereka justru akan melihat pekerja disabilitas itu sebagai hambatan dan menyalahkan keterbatasan yang mereka miliki.
Untuk itu, peran pemerintah dan perusahaan dalam menerima kalangan disabilitas harus dibarengi dengan pemahaman kepada kaum disabilitas itu sendiri.
Hal itu penting dilakukan, karena ketika seseorang mendapatkan kepercayaan terutama bagi disabilitas, maka mereka akan lebih bersemangat dan sungguh-sungguh dalam menjalankan aktivitas di dunia kerja.
Sudah banyak contoh penyandang disabilitas yang sukses dan mampu mengalahkan orang normal pada umumnya dalam bekerja.(*)