"Pada tahun 2012 saya tidak punya pekerjaan, kebun tidak punya, namun punya keinginan untuk usaha. Saya sudah usaha membuat kerupuk, keripik, dan marning (jagung goreng), tapi tidak berhasil," kata Supriyadi.
Lalu, Supriyadi pun belajar membuat produk kopi bubuk dengan pertimbangan besarnya bahan baku komoditas yang mudah didapatkan di sekitar tempat dia tinggal.
Namun karena ketidaktahuannya dalam mengolah kopi, kopi yang seharusnya lewat proses roasting (pemanggangan untuk mengeluarkan aroma/cita rasa yang dalam biji kopi) malah saat itu Supriyadi mengolahnya dengan cara menggoreng. Kondisi ini menjadi salah satu kendala yang membuat kopi produksi Supriyadi susah berkembang dan menjangkau konsumen lebih banyak lagi.
BACA JUGA:Asa masyarakat untuk Ibu Kota Nusantara
BACA JUGA:Mereguk Manisnya Nira Sambil Menjaga Gunung Palung
Pada bulan pertama, Supriyadi hanya mampu menjual dengan hasil Rp14.000 dari kopi bubuk yang kemudian dia distribusikan ke daerah-daerah sekitar. Bahkan, dalam 3 bulan pertama hanya laku Rp45.000 dari 10 kilogram kopi bubuk yang dijajakan ke warung-warung.
"Selama 4 bulan kami berjualan, bubuk kopi 10 kilogram itu belum habis, jadi kami kemas bagus-bagus lagi, kami taruh di warung-warung. Saya sempat omong ke warung-warung, kalau laku baru kasih duitnya, kalau tidak biar untuk minum sendiri oleh pemilik warung," kata dia.
Setelah itu, usaha kopi Supriyadi mulai berjalan, terjual puluhan kilogram lewat warung-warung lokal. Supriyadi pun mendirikan UMKM bernama Kopi Lestari dan membeli alat penggilingan kopi sendiri untuk meningkatkan produksinya.
Setiap tahun penjualan kopi UMKM itu mulai meningkat, dengan memperluas jangkauan wilayah penjualan kopi.
Namun, pada 2016 Supriyadi hampir saja bangkrut karena kehilangan peralatan produksi beserta kopi-kopi yang siap olah. UMKM tersebut menjadi korban tindak pencurian ketika itu.
BACA JUGA:Membangun Timnas Putri Indonesia Lewat 'Tangan Besi' Satoru Mochizuki
BACA JUGA:HPN 2024, Pemilu dan Konstruksi Demokrasi Berkualitas
Sentuhan BI
Barulah pada 2017 Supriyadi bertemu dan kenal dengan Bank Indonesia, dan BI Perwakilan Provinsi Bengkulu saat itu memutuskan Kopi Lestari menjadi salah satu UMKM binaan.
UMKM tersebut menerima berbagai bantuan dari Bank Indonesia, di antaranya alat produksi seperti mesin roasting, mesin pulper (pengupas kulit buah kopi), mesin huller.
Kemudian pada 2019 UMKM itu bersama petani kopi di Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran juga menerima bantuan dari BI Perwakilan Bengkulu berupa pembangunan gedung jemur untuk badan usaha milik petani (BUMP) yang beranggotakan tiga kelompok petani. Pembuatan gedung penjemuran kopi ini dilakukan di delapan lokasi tersebar di beberapa kelompok tani lainnya.