Menjawab Tantangan Pascadefisit APBN Awal 2025

Minggu 16 Mar 2025 - 21:23 WIB
Oleh: Lucky Akbar

Pada periode Januari hingga Februari 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia mencatat defisit sebesar Rp31,2 triliun, atau sekitar 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa defisit ini masih dalam batas yang direncanakan dalam APBN 2025, yang menargetkan defisit sebesar 2,53% dari PDB atau sekitar Rp616,2 triliun. Defisit tersebut terjadi karena realisasi pendapatan negara mencapai Rp316,9 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp348,1 triliun.

Meskipun defisit saat ini masih dalam batas yang direncanakan, banyak pihak menyoroti penurunan penerimaan pajak dan peningkatan rasio utang sebagai indikator yang perlu diwaspadai, khususnya sebagai sinyal bahwa tahun fiskal 2025 tidak bisa disikapi dengan biasa.

Hal itu juga menjadi tantangan ketahanan fiskal Indonesia yang terjaga dalam dua tahun terakhir, tetapi kini berada pada persimpangan antara keberlanjutan fiskal dan potensi krisis defisit.

BACA JUGA:Refleksi 23 Tahun Pokja Wartawan Belitung: Peran Strategis Jurnalis di Era Informasi

Menanggapi situasi ini, pemerintah menekankan pentingnya efisiensi anggaran. Sri Mulyani menjelaskan bahwa efisiensi dilakukan melalui penurunan belanja, baik di pusat maupun daerah, yang mencapai Rp306,69 triliun. Dana tersebut direalokasikan sehingga postur APBN tidak berubah.

Secara keseluruhan, meskipun defisit APBN saat ini masih dalam batas yang direncanakan, pemerintah perlu terus memantau dan menyesuaikan kebijakan fiskal untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengantisipasi potensi risiko di masa mendatang.

Tantangan tahun 2025

Sebagai latar belakang analisis, penting untuk memahami kondisi ekonomi Indonesia pada awal tahun 2025. Pada periode ini, Indonesia menghadapi beberapa tantangan ekonomi yang saling berhubungan seperti pertumbuhan ekonomi moderat dan inflasi yang terkendali.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,5% per tahun, sebuah angka yang cukup stabil namun tidak terlalu tinggi. Meskipun ini merupakan hasil yang positif setelah pandemi COVID-19, ada beberapa tantangan struktural yang menghambat akselerasi ekonomi, termasuk rendahnya daya saing industri, ketergantungan pada ekspor komoditas, serta ketimpangan antara wilayah.

BACA JUGA:Ramadhan Mewujudkan Ekonomi Madani di Indonesia

Inflasi di Indonesia pada awal tahun 2025 diperkirakan berada dalam kisaran 3-4%, meskipun ada tekanan dari harga bahan pokok dan tarif energi yang naik. Inflasi yang terjaga di tingkat moderat memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menjaga kebijakan moneter yang mendukung stabilitas ekonomi.

Defisit APBN

Defisit anggaran sebesar Rp 31,2 triliun yang tercatat pada awal tahun 2025 mencerminkan ketidakseimbangan fiskal yang terjadi antara pendapatan dan belanja negara. Sedangkan penyebab defisit APBN pada tahun 2025 dapat dipahami melalui beberapa faktor penyebab yang saling berkaitan, antara lain pendapatan negara belum optimal, belanja negara yang tinggi, serta dampak perlambatan ekonomi dan faktor eksternal.

Pendapatan negara, terutama yang berasal dari pajak, belum mencapai potensi maksimal. Tercatat penerimaan negara dari sektor perpajakan sampai dengan Februari baru mencapai Rp316,9 triliun atau sebesar 4,18% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor seperti Penurunan Kinerja Sektor Ekspor dan Komoditas, yaitu harga komoditas utama seperti batu bara, kelapa sawit (CPO), dan nikel mengalami penurunan, sehingga mengurangi pendapatan dari pajak ekspor dan PPh sektor pertambangan, dan lebih lanjut ketidakpastian ekonomi dunia berimbas juga pada penerimaan pajak dari sektor perdagangan internasional.

BACA JUGA:Hanafi, Perawat Warisan Intelektual Sukarno-pastor Belanda di Ende

Kategori :