BELITONGEKSPRES.COM - Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menghadapi dakwaan terkait dugaan suap dan upaya menghalangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Wawan Yunarwanto, mengungkapkan bahwa Hasto diduga memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, untuk memuluskan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Dalam dakwaan, JPU menjelaskan bahwa uang tersebut diberikan agar Wahyu dapat mengupayakan pengalihan kursi DPR Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Dugaan ini melibatkan beberapa pihak lainnya, termasuk advokat Donny Tri Istiqomah dan mantan terpidana kasus korupsi, Saeful Bahri.
Lebih lanjut, Hasto juga didakwa merintangi proses penyidikan kasus yang menjerat Harun Masiku. Menurut JPU, Hasto memerintahkan penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam Harun dalam air guna menghilangkan bukti. Selain itu, ajudan Hasto, Kusnadi, juga diperintahkan untuk menenggelamkan ponsel sebagai langkah antisipasi terhadap penyidik KPK.
BACA JUGA:Kasus Korupsi Minyak Mentah: Kejagung Memungkinkan Panggil Eks Dirut Pertamina Nicke Widyawati
BACA JUGA:Pemerintah Akan Umumkan Keputusan Pengankatan CPNS dan PPPK 2024 Pekan Depan
Kasus ini bermula sebelum Pemilu 2019, saat KPU menerima laporan bahwa Nazarudin Kiemas, calon legislatif DPR dari PDI Perjuangan Dapil Sumsel I, meninggal dunia. KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai penggantinya karena memperoleh suara terbanyak, yakni 44.402 suara, sementara Harun Masiku hanya mendapat 5.878 suara.
Namun, DPP PDI Perjuangan mengajukan permohonan kepada KPU agar suara Nazarudin dialihkan ke Harun Masiku. KPU menolak permohonan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam upaya melobi KPU, Hasto diduga menginstruksikan Donny dan Saeful untuk mengupayakan agar Harun Masiku bisa masuk ke DPR. Berbagai pertemuan dan komunikasi dilakukan, termasuk pertemuan Saeful dengan Riezky di Singapura pada September 2019 untuk membujuknya mengundurkan diri, namun permintaan tersebut ditolak.
Seiring berjalannya waktu, dugaan suap mulai mengemuka. Pada Desember 2019, Saeful dikabarkan membahas biaya operasional dengan Agustiani Tio Fridelina, yang juga terlibat dalam kasus ini. Wahyu Setiawan disebut meminta Rp1 miliar untuk meloloskan Harun Masiku, dan Hasto menyetujui angka tersebut.
BACA JUGA:Sistem Baru, Tunjangan Guru Bersertifikat Ditransfer Langsung ke Rekening Pribadi
BACA JUGA:Daftar Mutasi Polri Terbaru 2025: 1.255 Personel Pati dan Pamen Dirotasi
Pada 17 Desember 2019, Saeful menyerahkan uang muka sebesar 19 ribu dolar Singapura (Rp200 juta) kepada Agustiani, yang kemudian diberikan kepada Wahyu. Pada 26 Desember, tambahan 38.350 dolar Singapura (Rp400 juta) juga diserahkan, namun uang itu sempat disimpan oleh Agustiani.
Puncaknya, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta transfer Rp50 juta untuk mengganti biaya pertemuannya dengan Donny dan Saeful. Namun, sebelum dana tersebut dikirimkan, KPK melakukan operasi tangkap tangan dan mengamankan sejumlah uang sebesar 38.350 dolar Singapura dari tangan Agustiani.
Dengan berbagai dakwaan ini, Hasto menghadapi ancaman hukuman sesuai dengan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta ketentuan lain dalam KUHP.