Ambang Batas Parlemen & Masa Depan Demokrasi RI

Selasa 25 Feb 2025 - 23:21 WIB
Oleh: Luqman Hakim

YOGYAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden pada awal Januari 2025 disambut gembira oleh berbagai pihak.

Putusan itu dianggap langkah besar dan bersejarah dalam membuka ruang demokrasi, terutama setelah diperjuangkan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Namun, ketika wacana penghapusan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) muncul sebagai kelanjutan dari keputusan tersebut, suasana berubah.

Berbeda dengan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, wacana ini memantik silang pendapat di kalangan politisi, akademisi, maupun masyarakat sipil.

Sebagian pihak berpendapat ambang batas parlemen tetap diperlukan demi menjaga efektivitas pemerintahan serta menghindari fragmentasi politik di parlemen.

Pakar Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Alfath Bagus Panuntun menyatakan, ambang batas parlemen merupakan wujud kompromi antara inklusivitas demokrasi dan efektivitas pemerintahan.

BACA JUGA:'Danantara Effect', Transformasi atau Ilusi Ekonomi Megaholding BUMN

Kendati suara partai kecil yang tidak memenuhi ambang batas menjadi tidak terwakili, aturan ini bertujuan untuk memastikan parlemen tidak terpecah ke dalam banyak fraksi yang sulit dikendalikan.

Tanpa ambang batas, dikhawatirkan parlemen bakal dipenuhi terlalu banyak partai dengan kepentingan beragam yang sulit dikonsolidasikan.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga menilai penghapusan ambang batas parlemen dapat mengganggu efektivitas kerja DPR.

Jika terlalu banyak partai di parlemen, fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran bisa terganggu serta berdampak pada efektivitas pemerintahan.

Polemik ini makin mengemuka mengingat parliamentary threshold bukanlah konsep baru dalam sistem demokrasi Indonesia.

Sejak kali pertama diterapkan pada Pemilu 2009, aturan ini beberapa kali diubah. Pada 2009, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 2,5 persen berdasarkan Pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. Kala itu, dari 38 parpol peserta pemilu, hanya 9 parpol yang lolos ke parlemen.

BACA JUGA:Pendistribusian Pupuk Subsidi Tepat Sasaran Perkuat Ketahanan Pangan

Kemudian pada 2012 dinaikkan menjadi 3,5 persen, hingga akhirnya pada 2017 ditetapkan sebesar 4 persen.

Kategori :

Terkait