Danantara & Transformasi Baru Industri Investasi di Indonesia

Jumat 21 Feb 2025 - 21:22 WIB
Oleh: Lucky Akbar

Beberapa faktor utama yang mendorong pembentukan Danantara adalah kebutuhan diversifikasi sumber pendapatan negara. Meskipun Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, ketergantungan pada sektor migas dan pertambangan menjadikan ekonomi nasional rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global.

Oleh karena itu, dana yang dikelola Danantara akan difokuskan pada investasi di proyek-proyek strategis yang berkelanjutan dan berdampak tinggi, seperti manufaktur canggih, produksi pangan, energi terbarukan, industri hilir, dan sektor potensial lainnya.

Selain itu, peningkatan kebutuhan pembiayaan infrastruktur juga menjadi alasan utama. Pembangunan infrastruktur berskala besar memerlukan dana yang signifikan, dan Danantara diharapkan dapat menjadi solusi pendanaan alternatif melalui investasi di proyek-proyek strategis. Dengan demikian, Danantara dapat berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditetapkan sebesar 8 persen dalam lima tahun ke depan.

Stabilitas ekonomi jangka panjang juga menjadi faktor penting. Sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF), Danantara berperan dalam menstabilkan ekonomi, khususnya dalam menghadapi gejolak pasar global. Melalui investasi produktif, Danantara dapat menjadi penyeimbang bagi investasi asing yang saat ini masih tertinggal.

BACA JUGA:Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan Tekankan Profesionalisme dalam Pengelolaan Danantara

Menurut Tim Pakar Danantara, investasi asing di Indonesia masih jauh di bawah beberapa negara lain. Sejak kemerdekaan, rata-rata investasi asing di Indonesia tidak melebihi 100 dolar AS per kapita, sedangkan Vietnam sudah mencapai 400 dolar AS per kapita. Hal ini menunjukkan perlunya strategi yang lebih agresif dalam menarik dan mengelola investasi demi meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

Benchmarking dari Berbagai Begara

Untuk membangun Danantara sebagai pengelola dana investasi dunia, penting untuk mempelajari praktik terbaik dari berbagai negara yang telah sukses mengelola SWF dan superholding BUMN. Beberapa contoh negara yang telah menerapkannya yaitu Norwegia dengan Government Pension Fund Global serta Singapura dengan Temasek Holdings dan GIC.

SWF Norwegia dikenal dengan tata kelola yang transparan dan manajemen risiko yang ketat. Norwegia menerapkan prinsip ethical investment dengan menghindari investasi di sektor yang merusak lingkungan atau melanggar hak asasi manusia.

Temasek Holdings dan GIC di Singapura merupakan contoh sukses superholding yang mengelola portofolio investasi global. Temasek dikenal dengan fleksibilitasnya dalam berinvestasi di berbagai sektor, sementara GIC fokus pada investasi jangka panjang dengan manajemen risiko yang ketat.

Contoh lain adalah China (China Investment Corporation). CIC berhasil mengelola dana investasi negara dengan portofolio yang terdiversifikasi, termasuk investasi di infrastruktur global, teknologi, dan energi. CIC juga aktif dalam kemitraan strategis dengan investor global.

BACA JUGA:Presiden Prabowo Yakin BPI Danantara Akan Jadi Pilar Utama Ekonomi Indonesia

Di negara tetangga kita Malaysia ada Khazanah Nasional yang berperan sebagai superholding untuk mengelola aset strategis Malaysia, termasuk BUMN. Khazanah dikenal dengan pendekatan "active investing" yang melibatkan restrukturisasi dan transformasi perusahaan portofolio.

Uni Emirat Arab memiliki Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). ADIA merupakan salah satu SWF tertua dan terbesar di dunia, yang mengelola aset negara berbasis sumber daya minyak, dengan fokus investasi jangka panjang di sektor real estate, infrastruktur, dan teknologi.

Berdasarkan benchmarking tersebut, beberapa praktik terbaik yang dapat diadopsi oleh Danantara antara lain adalah tata kelola yang transparan dan akuntabel dengan menerapkan sistem pelaporan yang terbuka dan audit independen untuk membangun kepercayaan public; diversifikasi portofolio investasi dengan cara menginvestasikan dana di berbagai sektor dan wilayah geografis untuk mengurangi risiko.

Kemudian, memperhatikan jangka waktu pengembalian Return on Investment (ROI); manajemen risiko yang ketat dengan mengembangkan sistem manajemen risiko yang komprehensif untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko investasi; dan investasi berkelanjutan (sustainable investment) melalui penerapan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam keputusan investasi.

Kategori :