Pangkas Anggaran Rp306 Triliun, Indonesia Belajar dari Pengalaman Negara Lain

Kamis 13 Feb 2025 - 22:51 WIB
Oleh: Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.S

Ekonom Jahen Rezki mengkritik besarnya pemotongan anggaran dan menyarankan agar fokus tetap pada optimalisasi layanan publik. Ia menekankan bahwa meskipun penghematan dapat membiayai program kunci dan merangsang pertumbuhan ekonomi, pemotongan yang berlebihan dapat mengganggu layanan publik dan menghambat kinerja ekonomi.

BACA JUGA:Infrastruktur Jaringan Gas & Reformasi Subsidi Energi

Bhima Yudhistira menyoroti bahwa pada 2024, belanja pemerintah masih terbantu oleh pemilu dan pilkada serentak, sehingga kontribusinya terhadap PDB mencapai sekitar 7,7 persen dengan pertumbuhan lebih dari 6 persen.

Namun, pada 2025, dengan adanya efisiensi anggaran di tingkat pusat dan daerah, porsi belanja pemerintah terhadap PDB diprediksi turun menjadi 5 persen, bahkan pertumbuhannya berpotensi negatif.

Pembelajaran dari Negara Lain

Banyak negara telah berhasil memangkas anggaran pemerintah dan meningkatkan efisiensi birokrasi tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi atau layanan publik. Beberapa contoh terbaik adalah yang dilakukan oleh Swedia, Jerman dan Argentina.

Swedia melakukan reformasi anggaran dan efisiensi birokrasi pemerintah dengan mengadopsi kerangka fiskal ketat, termasuk batas pengeluaran pemerintah yang memastikan defisit anggaran tidak berulang, serta mengambil langkah-langkah mengurangi jumlah pegawai negeri sipil, mendigitalisasi layanan pemerintah, dan menerapkan prinsip Value for Money dalam pengeluaran negara.

BACA JUGA:'Entrepreneurial Spirit' dan Demokrasi Ekonomi

Hal ini membuat Swedia menghasilkan output utama mengurangi rasio utang terhadap PDB dari 70 persen menjadi sekitar 35 persen dalam kurun waktu 20 tahun. Pelajaran dari keberhasilan Swedia bagi Indonesia adalah: pemangkasan anggaran harus disertai kerangka fiskal yang disiplin dan berbasis data, serta dukungan digitalisasi layanan dapat mengurangi biaya operasional birokrasi tanpa mengorbankan kualitas layanan publik.

Jerman melakukan Schuldenbremse atau rem utang, dengan mengadopsi Schuldenbremse (Debt Brake) pada tahun 2009 yaitu kebijakan yang membatasi defisit anggaran pemerintah tidak lebih dari 0,35 persen dari PDB.

Selain itu Pemerintah juga memangkas anggaran dengan menutup kementerian yang kurang efektif, meninjau ulang program subsidi, dan memprivatisasi beberapa perusahaan milik negara yang tidak strategis, dan fokus besar diberikan pada otonomi daerah, sehingga layanan birokrasi lebih cepat dan murah.

Pemangkasan tersebut utamanya membuat Jerman tetap memiliki sistem infrastruktur dan pendidikan yang kuat, tetapi dengan biaya yang lebih efisien, dan anggaran pemerintah beberapa tahun terakhir mengalami surplus.

BACA JUGA:Elon Musk dan Memudarnya Kekuatan Daya Halus Amerika Serikat

Pelajaran yang dapat diambil bagi Indonesia adalah pemangkasan anggaran tidak hanya soal mengurangi biaya, tetapi juga memastikan pengeluaran yang benar-benar produktif, serta memberikan lebih banyak otonomi kepada daerah bisa meningkatkan efisiensi birokrasi tanpa menambah beban pemerintah pusat.

Pelajaran dari krisis inflasi dan pemotongan anggaran era Javier Milei (2023-2024) di Argentina, yang mengusung kebijakan shock therapy melalui pemotongan besar-besaran terhadap anggaran negara untuk mengatasi hiperinflasi dan defisit fiskal.

Langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintahan Javier meliputi pemotongan anggaran lebih dari 5 persen dari PDB, penghapusan subsidi energi dan transportasi, pengurangan belanja kementerian dan daerah, liberalisasi ekonomi dan deregulasi; dan menghentikan transfer dana ke provinsi.

Hasil yang diperoleh dari kebijakan ini bagi Argentina adalah inflasi turun dari 211 persen pada Desember 2023 menjadi 200 persen pada awal 2024, kemiskinan meningkat dengan 50 persen populasi hidup di bawah garis kemiskinan akibat kenaikan biaya hidup setelah subsidi dicabut, dan pasar keuangan relatif stabil, tetapi daya beli masyarakat merosot drastis.

Kategori :