BELITONGEKSPRES.COM - Indonesia kini resmi menjadi anggota BRICS, aliansi ekonomi yang awalnya dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Keanggotaan ini menandai langkah strategis Indonesia dalam membangun posisi lebih kuat di peta ekonomi global.
Sejak didirikan pada 2009, BRICS telah berkembang menjadi simbol perlawanan negara-negara berkembang terhadap dominasi ekonomi Kelompok Tujuh (G-7). Dengan proyeksi untuk mendominasi ekonomi dunia pada 2050, BRICS tidak hanya menawarkan pengaruh tetapi juga peluang.
Indonesia bergabung pada saat yang tepat, ketika proporsi ekonomi BRICS terhadap ekonomi dunia telah meningkat tajam dari 15,66% pada 1990 menjadi 32% pada 2022. Dengan basis anggota yang kini lebih luas, termasuk mitra baru dari Timur Tengah, BRICS memberi ruang besar bagi Indonesia untuk menjangkau pasar non-tradisional.
Manfaat Ekonomi dari Keanggotaan BRICS
1. Diversifikasi Pasar Ekspor
Bergabungnya Indonesia membuka peluang untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini penting, mengingat Eropa mulai memberlakukan kebijakan proteksionis seperti European Deforestation Regulation (EUDR) yang membatasi ekspor kelapa sawit.
BACA JUGA:Mentan Amran Tekankan Pentingnya Menjaga Harga Gabah Selama Musim Panen
BACA JUGA:Bahlil Sebut Pendataan Penerima Subsidi BBM Sudah 98 Persen, 3 Opsi Skema Disiapkan
2. Penguatan Kerja Sama Ekonomi
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, menilai bahwa keanggotaan ini dapat memperluas peluang perdagangan, investasi, dan inovasi. Dengan dukungan dari negara BRICS lainnya, Indonesia berpotensi meningkatkan fundamental ekonominya dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
3. Ketahanan Ekonomi dalam Tantangan Global
Sebagai anggota, Indonesia dapat memainkan peran aktif dalam mengatasi tantangan global seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan. BRICS juga memberikan Indonesia akses pada kerja sama teknologi yang relevan untuk pengembangan sektor-sektor strategis.
Namun, langkah ini bukan tanpa tantangan. Salah satunya adalah potensi benturan kepentingan dengan Amerika Serikat, terutama jika kebijakan perdagangan menjadi lebih proteksionis. Selain itu, risiko perang dagang antara AS dan China juga dapat memberikan tekanan pada aliansi BRICS, yang pada akhirnya memengaruhi ekonomi Indonesia.
BACA JUGA:Mendag Sebut Swasembada Pangan 2027 Hemat Devisa Hingga 5,2 Miliar Dolar AS
BACA JUGA:Wujudkan Ketahanan Pangan, Mentan Targetkan Produksi Padi Nasional 32 Juta Ton di 2025
Selain itu, keanggotaan di BRICS membawa tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia tetap relevan dalam persaingan ekonomi global. Pemerintah perlu memastikan transparansi dalam kerja sama dan menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan kebutuhan global.