Pemerintah misalnya bisa mulai memanfaatkan teknologi untuk memperluas akses, bukan hanya bagi UMKM yang sudah terkoneksi, tetapi juga bagi mereka yang berada di luar jangkauan perbankan.
Aplikasi berbasis lokal, misalnya, juga bisa menjadi alat untuk tidak hanya menyalurkan dana, tetapi juga memberi pelatihan, membangun jaringan pasar, hingga memberikan pendampingan bisnis.
BACA JUGA:Kesehatan Tanah untuk Swasembada Pangan Indonesia
Bayangkan aplikasi sederhana yang dapat digunakan bahkan oleh petani yang hanya akrab dengan ponsel fitur dasar, lengkap dengan panduan dalam bahasa daerah.
Selain teknologi, fleksibilitas kebijakan juga patut menjadi prioritas. Alih-alih menerapkan skema satu ukuran untuk semua, pemerintah dapat mengembangkan model pinjaman yang disesuaikan dengan karakteristik usaha.
Petani yang tergantung pada musim panen, misalnya, memerlukan tenor pinjaman yang berbeda dari pengusaha ritel.
Jika KUR dirancang lebih responsif terhadap kebutuhan spesifik ini, dampaknya sangat mungkin bisa jauh lebih signifikan.
Bangsa ini juga tidak bisa mengabaikan potensi komunitas sebagai ujung tombak distribusi KUR. Selama ini, bank masih menjadi saluran utama, padahal koperasi (meskipun sudah ada koperasi simpan pinjam, KUD, dan credit union yang sudah menyalurkan secara channeling), lembaga adat, atau organisasi masyarakat setempat dapat memainkan peran yang tak kalah penting.
Dengan melibatkan komunitas, distribusi dana dapat lebih personal, kontekstual, dan bahkan lebih efektif.
BACA JUGA:Indonesia Menjadi Model Penanganan Teroris di Dunia
Lebih dari itu, komunitas bisa menjadi pendamping bagi pelaku UMKM dalam mengelola keuangan dan merencanakan pengembangan usaha.
Namun, semua harus perlu tetap jujur. Target Rp300 triliun bukanlah perkara kecil. Pemerintah harus memastikan transparansi dalam penyaluran, mengingat risiko kebocoran selalu mengintai dalam program besar seperti ini.
Audit yang berkala dan komprehensif menjadi keharusan, bukan sekadar formalitas. Selain itu, evaluasi berkala harus dilakukan, dengan keberanian untuk mengakui jika suatu skema tidak berhasil, dan dengan cepat beradaptasi pada pendekatan yang lebih efektif.
Yang juga tak boleh dilupakan adalah pandangan jangka panjang. Selama ini, KUR sering dianggap sebagai solusi tunggal untuk UMKM, padahal ia hanyalah satu alat dalam kerangka besar pembangunan ekonomi.
Tanpa memperhatikan aspek lain seperti akses pasar, infrastruktur, dan pendidikan kewirausahaan, KUR hanya akan menjadi kebijakan yang berjalan di tempat.
BACA JUGA:Hadapi Jerat Paylater: Solusi Menghindari Utang Menumpuk