BELITONGEKSPRES.COM - Kasus dugaan keterlibatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam skandal suap pergantian antarwaktu (PAW) kembali mengemuka setelah penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, perjalanan kasus ini mencerminkan dinamika kompleks dalam penegakan hukum di Indonesia, termasuk potensi hambatan struktural yang mengaburkan transparansi dan keadilan.
Pada awal 2020, setelah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, penyidik KPK dilaporkan telah mengajukan usulan penetapan Hasto sebagai tersangka berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Namun, keputusan itu tertunda. Menurut mantan penyidik KPK Novel Baswedan, penolakan tersebut didasarkan pada arahan pimpinan KPK saat itu, yang menekankan penangkapan Harun Masiku sebagai prioritas. Langkah ini tidak hanya memperlambat proses hukum tetapi juga membuka celah bagi hilangnya bukti-bukti penting.
BACA JUGA:Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Kristiyanto Diduga Sumber Dana Suap
BACA JUGA:PDIP Kecam Penetapan Hasto Sebagai Tersangka, Sebut Ada Politisasi Hukum
Dalam pernyataannya, Novel mengatakan Firli Bahuri menegaskan bahwa OTT KPK diarahkan kepada Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU, meskipun Harun Masiku dan Hasto sebenarnya juga berada dalam pantauan KPK.
Kekhawatiran tentang kebocoran informasi juga menjadi sorotan. Pernyataan publik dari pimpinan KPK mengenai OTT Wahyu Setiawan disebut telah memberikan peringatan dini bagi pihak-pihak terkait, termasuk Hasto dan Harun Masiku, untuk melarikan diri dan menghilangkan bukti.
Strategi ini memperlihatkan risiko komunikasi yang tidak terkontrol dalam institusi penegakan hukum, yang berakibat pada gagalnya menangkap Harun hingga kini.
Pengumuman resmi oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto pada Desember 2024 menandai babak baru dalam kasus ini. Hasto kini menghadapi dua tuduhan serius, dugaan suap terhadap Wahyu Setiawan dan penghalangan penyidikan.
BACA JUGA:Jika Terbukti Bersalah, Hasto Terancam Hukuman Maksimal 12 Tahun Penjara
BACA JUGA: Sekjen PDIP Jadi Tersangka KPK, Hasto Dicekal ke Luar Negeri
KPK mengungkap bukti bahwa sebagian dana suap berasal dari Hasto, yang diduga mengatur pemberian uang melalui Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, orang kepercayaannya. Selain itu, Hasto dituduh memerintahkan stafnya untuk menghilangkan barang bukti dan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta.
Kasus ini tidak hanya menyoroti peran individu tetapi juga kelemahan sistemik dalam mekanisme penegakan hukum. Ketergantungan pada figur tertentu dalam pengambilan keputusan dapat memengaruhi independensi lembaga antirasuah.
Ketidaksungguhan dalam menangkap Harun Masiku selama bertahun-tahun menunjukkan adanya celah koordinasi antara penegak hukum dan keberpihakan politik yang memengaruhi proses hukum.