Alternatif BLT dengan Transfer Langsung Bank Sentral

Rabu 18 Dec 2024 - 20:49 WIB
Oleh: Dr.Aswin Rivai,SE.,MM

BACA JUGA:Melindungi Anak-anak dari Bahaya Media Sosial

Kedua, independen dari beban fiskal. Transfer langsung tidak meningkatkan utang pemerintah karena didanai oleh bank sentral melalui penciptaan uang baru. Ini menghindari tekanan fiskal yang sering menjadi kendala dalam program bantuan pemerintah. BLT didanai oleh anggaran pemerintah, sehingga meningkatkan defisit fiskal dan utang negara.

Ketiga, bank sentral dapat merespons secara cepat karena memiliki alat dan mekanisme langsung untuk mendistribusikan dana kepada masyarakat. Kecepatan ini penting dalam menangani krisis ekonomi yang membutuhkan tindakan segera. BLT prosesnya sering lebih lambat karena melibatkan persetujuan politik, birokrasi, dan penganggaran oleh pemerintah.

Keempat, mengurangi efek distribusi yang tidak merata. Transfer langsung dirancang untuk didistribusikan secara merata ke seluruh rumah tangga, tanpa memihak kelompok tertentu, sehingga mengurangi risiko ketimpangan distribusi. BLT sering kali memerlukan proses seleksi penerima yang dapat menimbulkan ketidakadilan, seperti exclusion error (kelompok yang layak tidak mendapatkan bantuan) atau inclusion error (kelompok yang tidak layak justru menerima bantuan).

Kelima, menghindari volatilitas pasar keuangan. Transfer langsung mengurangi ketergantungan pada kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) yang sering kali memicu inflasi aset dan ketidakstabilan di pasar keuangan. BLT dampaknya lebih terbatas pada ekonomi riil tetapi tetap memerlukan kebijakan moneter pendukung, seperti pembelian obligasi oleh bank sentral, yang dapat menciptakan ketidakstabilan pasar.

BACA JUGA:Mengatasi Fenomena Boros Pangan

Keenam, pengaruh positif pada ekspektasi inflasi. Transfer langsung dengan kredibilitas bank sentral, transfer ini menciptakan komitmen inflasi yang moderat, mendorong konsumsi, dan menjaga stabilitas ekonomi. BLT kurang efektif dalam memengaruhi ekspektasi inflasi karena masyarakat sering kali mengasosiasikannya dengan kebijakan pemerintah yang temporer.

Ketujuh, menghindari pengaruh politis. Transfer langsung dilakukan oleh bank sentral yang independen, sehingga meminimalkan risiko politisasi kebijakan. BLT berisiko dipengaruhi oleh kepentingan politik, misalnya distribusi bantuan yang berfokus pada wilayah atau kelompok tertentu untuk tujuan elektoral.

Transfer langsung oleh bank sentral lebih efektif, cepat, dan independen dibandingkan BLT dalam situasi di mana kebijakan moneter konvensional tidak lagi efektif, seperti saat suku bunga mendekati nol. Namun, implementasinya membutuhkan perencanaan yang matang agar tidak menimbulkan ketergantungan atau efek inflasi yang tidak terkendali.

Namun, ada risiko politisasi dan penyalahgunaan kebijakan ini. Tekanan politik dapat membuat bank sentral kehilangan independensinya jika kebijakan ini digunakan terlalu sering. Oleh karena itu, kebijakan transfer langsung harus dirancang sebagai langkah terakhir ketika kebijakan moneter konvensional tidak lagi efektif. Untuk memastikan hal ini, mandat BI dapat diperluas untuk mencakup penggunaan transfer langsung hanya dalam kondisi tertentu.

BACA JUGA:'Membangun di Lahan Basah', Sebuah Cerita dari Pesisir Utara Jakarta

Untuk melaksanakan kebijakan ini, BI dapat memanfaatkan teknologi keuangan yang sudah berkembang di Indonesia. Sebagai contoh, pemerintah telah berhasil mendistribusikan bantuan sosial melalui aplikasi dan platform pembayaran digital seperti Gojek, OVO, dan Dana. BI dapat mengembangkan akun cadangan untuk setiap warga negara, yang dapat digunakan untuk mentransfer stimulus langsung. Akun ini dapat dilengkapi dengan kartu pembayaran yang memiliki batas waktu, mendorong penerima untuk segera membelanjakan dana tersebut. Studi menunjukkan bahwa mekanisme batas waktu dapat meningkatkan konsumsi dua kali lipat dibandingkan transfer tanpa batas waktu.

Beberapa negara telah menerapkan kebijakan ini dengan sukses. Korea Selatan, misalnya, menggunakan kartu pembayaran dengan batas waktu untuk mendorong konsumsi selama pandemi COVID-19. Hong Kong dan Irlandia Utara juga telah menggunakan kebijakan serupa dengan hasil yang positif. BI dapat mempelajari pengalaman ini untuk mengintegrasikan kebijakan transfer langsung ke dalam toolkit moneter sebelum krisis besar berikutnya terjadi.

Implikasi kebijakan

Pertama, mandat BI. Undang-Undang Bank Indonesia dapat direvisi untuk memberikan kewenangan melaksanakan transfer langsung ke rumah tangga dalam situasi darurat ekonomi.

BACA JUGA:Garuda dan Gaung Indonesia di Tanah Genghis Khan Mongolia

Kedua, pengembangan infrastruktur digital. BI perlu berinvestasi dalam infrastruktur digital untuk memastikan distribusi stimulus berjalan lancar dan tepat sasaran.

Kategori :