Komdigi Tingkatkan Sinergi dengan PPATK Cegah Aliran Dana Judi Keluar Negeri
Ilustrasi judi online. -Dimas Pradipta-JawaPos.com
BELITONGEKSPRES.COM - Dalam upaya menghadapi ancaman ekonomi dan sosial dari judi online, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) meningkatkan sinergi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Fokus utama kolaborasi ini adalah menekan aliran dana dari aktivitas ilegal tersebut agar tidak keluar dari Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa peredaran uang di platform judi online bisa mencapai angka fantastis, yakni Rp981 triliun pada tahun 2024 jika tidak segera diintervensi.
“Ini bukan hanya soal uang, tetapi juga tentang kedaulatan ekonomi kita. Uang sejumlah hampir Rp1.000 triliun tidak boleh dibiarkan mengalir ke luar negeri. Ini tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat,” tegas Meutya dalam diskusi bertema Memerangi Judi Online dan Kejahatan Baru di Era Ekonomi Digital 5.0 di Jakarta, Selasa 19 November.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga meminta seluruh penyedia layanan keuangan untuk berperan aktif dalam pemberantasan judi online. “Semua pihak yang masih terlibat dalam transaksi keuangan terkait judi online harus menghentikannya. Kita butuh kerja sama kolektif untuk menangani masalah ini,” katanya.
BACA JUGA:DPR Imbau Masyarakat Tunggu Kepastian Kenaikan PPN 12 Persen dari Presiden
BACA JUGA:Sistem Pengaduan Lapor Mas Wapres Diperbaiki, Banyak Laporan Soal Konflik Rumah Tangga
Pemerintah telah mengambil langkah tegas melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 yang membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring. Selain itu, Desk Khusus di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan telah dibentuk untuk memperkuat pengawasan.
Menurut Meutya, Presiden Prabowo Subianto secara langsung memimpin komitmen ini. “Presiden menekankan pentingnya perang terhadap judi online dalam berbagai kesempatan. Ini menjadi agenda prioritas pemerintah,” ujarnya.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyoroti perkembangan metode transaksi para bandar judi online. Penggunaan e-wallet dan mata uang kripto menjadi tantangan baru bagi pemerintah. “Para pelaku memanfaatkan teknologi keuangan baru untuk menyamarkan jejak transaksi. Ini membuat pelacakan menjadi lebih kompleks,” jelasnya.
Namun, Ivan menegaskan bahwa upaya intervensi pemerintah telah menunjukkan hasil signifikan. “Nilai transaksi judi online turun dari Rp981 triliun menjadi Rp404 triliun. Meski demikian, angka ini masih naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp327 triliun,” tambahnya.
Dengan kerja sama yang semakin erat antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat, diharapkan dampak buruk dari judi online dapat diminimalisir, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. (jpc)