Sri Mulyani Sebut Utang Indonesia Relatif Terkendali di Tengah Ketidakpastian Global

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan paparan saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (28/8/2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom/aa.--

BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa utang Indonesia berada dalam kondisi yang relatif terkendali meskipun di tengah ketidakpastian global dan meningkatnya ketegangan geopolitik.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa di negara-negara maju, utang publik mengalami lonjakan signifikan dari 70 persen menjadi 112 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara itu, negara-negara berkembang juga mengalami peningkatan utang pasca pandemi, dari 47 persen di awal 2000-an kini mencapai 71 persen dari PDB.

"Dalam konteks ini, posisi utang Indonesia masih tergolong terkendali," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin.

Hingga akhir Juli 2024, rasio utang Indonesia berhasil diturunkan menjadi 38,68 persen dari PDB, jauh di bawah batas aman 60 persen yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

BACA JUGA:Targetkan Optimalisasi Migas 2025, Kementerian ESDM Dorong Peningkatan Produksi di Pertamina Hulu Rokan

BACA JUGA:Diskon Menarik HP Samsung Galaxy S24 dan S23 di Awal September 2024

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa lonjakan utang di banyak negara disebabkan oleh terbatasnya ruang fiskal dan moneter. Situasi ini diperburuk oleh kondisi global yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, serta meningkatnya ketegangan geopolitik dan konflik di berbagai negara.

Dia juga mencatat bahwa prospek ekonomi global pada tahun 2024 masih menunjukkan ketidakpastian, dengan tensi geopolitik yang terus meningkat dan konflik yang meluas di beberapa wilayah.

"Perseteruan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta munculnya fragmentasi dan proteksionisme sebagai bentuk kompetisi ekonomi, semakin memperlemah kondisi ekonomi global," tambahnya.

Selain itu, perang dan konflik menyebabkan gangguan pasokan yang berdampak pada inflasi yang tinggi dan peningkatan suku bunga global. Meskipun ada harapan penurunan suku bunga di Amerika Serikat mulai September 2024, dampak dari perang terus menyebabkan lonjakan harga komoditas dan gangguan pasokan.

BACA JUGA:Kementerian BUMN Targetkan Dividen Rp90 Triliun dengan Pagu Anggaran Rp277 Miliar pada 2025

BACA JUGA:PLN Resmikan PLTGU Tambak Lorok Semarang, Teknologi Terbaru untuk Energi Ramah Lingkungan

Akibat berbagai faktor ini, pertumbuhan ekonomi global menjadi lemah. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia hanya sebesar 3,2 persen pada tahun 2024, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, dan diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,3 persen pada tahun 2025, sama dengan pertumbuhan tahun 2023. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan