Menkes Berikan Penjelasan Kualitas Pelayanan Pasien dengan Sistem KRIS
Ilustrasi rumah sakit sesuai dengan standar sistem KRIS. Kementerian Kesehatan masih belum dapat memastikan terkait perubahan iuran peserta BPJS.--Kementerian Kesehatan Republik Indonesia--
JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM – Masyarakat masih bertanya-tanya tentang bagaimana pelayanan pasien dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) akan diterapkan.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Perpres tersebut mengamanatkan bahwa pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan akan menggunakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Mohammad Syahril, menjelaskan bahwa tujuan perpres ini adalah untuk menjamin bahwa masyarakat sebagai peserta BPJS Kesehatan mendapatkan perlakuan yang setara.
Perlakuan yang sama tersebut diwujudkan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk ruang rawat inap yang disebut Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Ada 12 komponen yang harus dipenuhi oleh fasilitas kesehatan untuk mencapai standar KRIS.
BACA JUGA:Mabes Polri Turun Tangan Memburu 3 DPO Pemerkosaan dan Pembunuhan Vina Cirebon
Sebagian fasilitas kesehatan sudah memenuhi 12 kriteria tersebut, tetapi masih ada yang belum memenuhi kriteria tersebut.
Karena itu, implementasi ini masih dalam proses. Hingga 1 Juli 2025, sistem kelas rawat inap di rumah sakit di Indonesia untuk peserta BPJS Kesehatan masih akan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.
“KRIS merupakan upaya untuk perbaikan layanan dan keselamatan pasien, termasuk pasien peserta BPJS. Sebagai contoh, masih banyak di rumah sakit untuk layanan kelas 3 memiliki 8 sampai 12 tempat tidur dalam satu ruang perawatan dan memiliki kamar mandi terpisah di luar ruangan rawat inap. Melalui perpres ini, nantinya maksimal 4 tempat tidur dalam satu ruang perawatan dan ada kamar mandi di tiap ruangan,” ungkap dr. Syahril pada konferensi pers, Rabu 15 Mei.
Perpres 59/2024 juga mengamanatkan kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan evaluasi, dan hasil evaluasi tersebut akan menjadi acuan untuk penetapan manfaat, tarif, dan iuran. Dengan demikian, hasil evaluasi berupa ketetapan baru akan diterapkan paling lambat 1 Juli 2025.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan, Dr. Ahmad Irsan A. Moeis, menegaskan bahwa selama masa transisi penerapan Perpres 59/2024 hingga 30 Juni 2025, semua rumah sakit yang sudah bekerja sama dengan BPJS akan menyesuaikan sarana dan prasarana yang dimiliki sesuai dengan amanat perpres tersebut. Sementara itu, evaluasi terhadap tarif, manfaat, dan iuran akan dilaksanakan bersama dengan kementerian dan lembaga terkait.
BACA JUGA:Status Sopir Bus Naas di Subang: Baru Sekali Bawa Bus Putera Fajar dan Hanya Freelance