Pro dan Kontra Kenaikan PPN 12 Persen 2025, Sri Mulyani Berikan Penjelasan
Sri Mulyani Menteri Keuangan bicara soal PPN 12%--Youtube Kemenkeu
BELITONGEKSPRES.COM - Mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen, meningkat dari tarif sebelumnya yang sebesar 11 persen. Kebijakan ini, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), menuai berbagai tanggapan dari masyarakat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa keputusan ini telah menjadi perdebatan panjang.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, ia menyebutkan bahwa meskipun kebijakan tersebut telah melalui proses diskusi mendalam, konteks perekonomian yang tengah melemah memunculkan tantangan baru dalam penerapannya.
Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini tidak diterapkan secara serampangan. Pemerintah telah mempertimbangkan sektor-sektor strategis seperti kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan pokok.
BACA JUGA:Nilai Transaksi Ojol Tembus Rp142,7 Triliun, Tapi Belum Sebanding dengan Kesejahteraan Driver
BACA JUGA:Impor Susu RI Naik 7,07 Persen atau Capai 257 Ribu Ton, Selandia Baru Jadi Pemain Utama
"Kita tidak membabi buta. Debat panjang terjadi untuk memastikan sektor-sektor penting tetap mendapat perhatian," ujarnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menghadapi berbagai krisis global, yang menjadi salah satu alasan utama di balik kenaikan tarif ini.
Menurut UU HPP Pasal 7 ayat 1, tarif PPN sebelumnya telah dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen sejak April 2022. Sesuai dengan undang-undang, tarif ini akan dinaikkan kembali menjadi 12 persen pada awal 2025.
UU ini juga memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk menyesuaikan tarif PPN di masa depan, dengan batasan antara 5 persen hingga 15 persen.
Beragam respons muncul di tengah masyarakat. Bagi sebagian pihak, kebijakan ini dinilai memberatkan, terutama di tengah situasi ekonomi yang sedang melambat. Namun, ada juga yang melihatnya sebagai langkah strategis untuk memperkuat pendapatan negara guna menghadapi tantangan global.
Ke depan, komunikasi yang efektif dari pemerintah untuk menjelaskan manfaat dan tujuan kebijakan ini diharapkan dapat meredam kekhawatiran publik. Transparansi dan dialog dengan masyarakat menjadi kunci agar kebijakan ini dapat diterima dengan lebih baik. (dis)