Embusan Angin Segar Bagi Peternak Sapi Perah
Peloper susu melakukan aksi mandi susu sapi yang tidak terserap oleh industri pengolahan susu di Tugu Susu Tumpah, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (9/11/2024). Aksi mandi dan membuang susu sapi yang dilakukan oleh peloper dan pengepul susu di wilayah Boyolal-Aloysius Jarot Nugroho/agr-ANTARA FOTO
Artinya, ada problem keberpihakan yang tak berimbang. Satu sisi rakyat perlu dibela, tetapi prakondisi menuju tumbuh kembang mereka tidak terlihat disediakan.
Rencana impor sapi perah dalam waktu dekat ini sepertinya bak gayung bersambut dengan program makan bergizi gratis pemerintahan Prabowo-Gibran.
BACA JUGA:Menjadi Orang Tua Strawberry, Kamu Mau?
Pada 5 November 2024, Kementerian Pertanian (Kementan) mengumumkan rencana impor satu juta sapi perah selama 5 tahun, mulai 2025 hingga 2029, untuk mendukung target pemenuhan kebutuhan susu nasional dan program makan bergizi gratis.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan Indonesia akan mendatangkan sapi perah dari Australia, Brasil, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Meksiko.
Menurut data Kementan, kebutuhan susu segar nasional diproyeksikan mencapai 8,5 juta ton pada 2029. Dari jumlah tersebut, sekitar 4,9 juta ton akan dialokasikan untuk kebutuhan susu reguler, sementara 3,6 juta ton lainnya diperuntukkan bagi program makan bergizi gratis.
Perpres disiapkan
Aksi mandi susu peternak Boyolali dan aksi serupa di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, beberapa hari lalu itu, tampaknya menyulut perhatian dari pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
Belum genap sepekan setelah aksi, Menteri Pertanian Andi menggelar pertemuan dengan pihak terkait di Jakarta. Hadir dalam kesempatan itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) Sonny Effendi dan perwakilan peternak dari Kabupaten Pasuruan Bayu Aji Handayanto.
BACA JUGA:Fenomena 'Jastip', Pisau Bermata Dua Perdagangan Indonesia
Hasilnya, Pemerintah segera mengeluarkan regulasi dalam bentuk peraturan presiden (perpres) yang mewajibkan semua industri pengolahan untuk membeli susu produksi peternak lokal.
Tentu, regulasi ini tak bermaksud sebagai pemadam kebakaran dari aksi mandi susu itu, tetapi berdampak lebih luas yakni swasembada susu.
Mereka ingin seluruh pemangku kepentingan tumbuh bersama dan perpres itu kelak bisa membalikkan kebijakan yang berlaku sejak krisis ekonomi 1997/1998.
Saat itu, ada Instruksi Presiden Nomor 2/1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional yang dicabut pada awal 1998 karena mengikuti perintah Dana Moneter Internasional via letter of intent. Sejak saat itu, impor meningkat drastis, dari 40 persen pada 1997 menjadi 80 persen hingga saat ini.
Rencana penerbitan perpres tersebut seperti embusan angin segar bagi peternak sapi perah yang saat ini masih gerah menghadapi situasi pelik di bisnis persusuan.
Pemerintah optimistis regulasi baru itu akan menjadi angin segar bagi peternak sapi lokal dan IPS mengikuti mematuhi beleid ini.