Hendrya Sylpana

Menilik Pulau Bando, Konservasi Alam Pertama Terapkan Energi Terbarukan

Community Development Officer AFT Minangkabau Wahyu Hamdika mengedukasi mahasiswa tentang penerapan energi terbarukan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Pulau Bando, Senin (21/10/2024). -Muhammad Zulfikar-ANTARA

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan 12 kawasan konservasi perairan nasional. Dari 12 konservasi perairan laut nasional tersebut, Kawasan Konservasi Pulau Pieh dan Laut Sekitarnya merupakan konservasi pertama di Indonesia yang menerapkan energi terbarukan, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).

Sebelum dikelola KKP, Kawasan Konservasi Pulau Pieh dan Laut Sekitarnya berada di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Konservasi ini beralih ke KKP sejak 2009 untuk dikembangkan sebagai pelestarian ekosistem bawah laut yang terdiri dari lima pulau utama, yakni Pulau Bando, Pulau Toran, Pulau Air, Pulau Pandan, dan Pulau Pieh.

Semenjak dikelola oleh KKP RI, upaya pelestarian serta pemeliharaan flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi nasional dengan luas sekitar 39 ribu hektare (ha) lebih itu mengalami perubahan signifikan. Hal tersebut tidak terlepas dari peran berbagai pihak, di antaranya PT Pertamina Patra Niaga Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Aviation Fuel Terminal Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar), Kelompok Konservasi Raja Samudera, hingga pelibatan masyarakat lokal.

Kolaborasi antarinstitusi serta peran kalangan akar rumput itu pada hakikatnya menjadi pondasi kuat dalam pengelolaan ekosistem yang ada di Kawasan Konservasi Pulau Pieh dan Laut Sekitarnya, terutama di Pulau Bando.

Pulau Bando, salah satu pulau yang berada di sisi barat Pulau Sumatera bertopografi datar dengan tutupan lahan berupa pohon kelapa yang cukup lebat. Pulau itu berjarak sekitar 20 kilometer dari bibir pantai Kota Pariaman, Provinsi Sumbar. Di Pulau Bando inilah perusahaan di bawah BUMN itu menerapkan energi terbarukan sebagai salah satu wujud nyata dalam mendukung kelestarian dan keberlanjutan lingkungan.

BACA JUGA:Di Persimpangan Dimensi Budaya (Catatan Perjalanan Program AFS 2024)

Sebagai perusahaan energi terintegrasi milik negara, Pertamina memahami penerapan energi bersih dan energi hijau menjadi suatu keharusan demi menjaga Bumi dari dampak perubahan iklim yang menjadi tantangan global. Apalagi, Indonesia memiliki target penurunan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC).

Terkhusus di Pulau Bando, memiliki potensi cahaya matahari dan angin tergolong besar, sehingga mendorong Pertamina Patra Niaga Sumbagut AFT Minangkabau memasang dua sekaligus energi terbarukan, berupa PLTB dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). PLTB vertikal axis wind turbine (VAWT) tipe H-Darrieus itu memiliki kapasitas 500 Watt, sementara PLTS yang menggunakan empat panel listrik berkapasitas 2.300 Watt Peak (WP).

Community Development Officer AFT Minangkabau Wahyu Hamdika mengatakan dua energi terbarukan tersebut merupakan sumber energi utama yang dipasang untuk mendukung kawasan konservasi di Pulau Bando. Implementasi energi ini ditujukan sebagai upaya intervensi penyelamatan habitat penyu.

Penggunaan PLTS dan PLTB ini juga dilatarbelakangi besarnya potensi energi angin dan tenaga surya di kawasan itu yang sama sekali belum dimanfaatkan. Berangkat dari potensi itu, Pertamina mulai membuat dan memasang PLTB dan PLTS di Pulau Bando di awal 2024.

PLTB berbentuk menara setinggi tujuh hingga delapan meter tersebut memiliki tiga baling-baling berwarna merah putih. PLTB ini tepat berdiri di depan posko Pulau Bando atau di samping pusat inkubasi penyu, berjarak 15 meter dari bibir pantai.

BACA JUGA:Memacu Daya Saing 'Emas Hijau' di Pesisir Utara Jawa Barat

Sementara, PLTS dipasang di bagian tengah pulau atau berjarak sekitar 50 meter dari bibir pantai. PLTS ini mempunyai empat panel listrik, sehingga mampu menghasilkan daya listrik yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan konservasi. Gabungan keduanya (PLTB dan PLTS) memiliki energi listrik setara dengan 1.200 Volt Ampere (VA).

Keberadaan energi terbarukan tersebut sangat membantu pengelolaan kawasan konservasi di Pulau Bando. Sebab, sebelumnya konservasi ini masih dijalankan dengan cara-cara konvensional atau tanpa dukungan energi terbarukan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan