Kemenkumham: Kebijakan Kemasan Rokok Polos Dinilai Terburu-buru, Kemenkes Tidak Libatkan 4 Kementerian Terkait
Ilustrasi kemasan rokok polos (Freepik)--
Diketahui, public hearing Kemenkes untuk RPMK hanya dilakukan satu kali dengan jumlah undangan yang tidak berimbang, di mana pihak terdampak hanya merupakan minoritas. Setelah itu, tidak ada jadwal resmi untuk public hearing lanjutan yang menanggapi masukan dari berbagai pihak.
Syaiful juga memperingatkan bahwa penerapan kemasan rokok polos tanpa merek dapat memicu meningkatnya produk ilegal. Ia menekankan pentingnya mencari solusi yang nyaman bagi semua pihak, dengan tujuan akhir bukan hanya untuk membatasi, tetapi juga untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
BACA JUGA:Roadmap Hilirisasi Nikel: Indonesia Siap Dominasi Pasar Baterai dan Stainless Steel
BACA JUGA:Bandara IKN Akan Berubah Status jadi Komersil, Siap Layani Penerbangan Umum Termasuk Haji & Umroh
Di sisi lain, Nikodemus Lupa dari Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan kekhawatirannya bahwa regulasi yang terlalu ketat dapat merugikan hubungan antara buruh dan industri. Ia menegaskan perlunya mempertahankan hak-hak pekerja dan menyoroti potensi pemutusan hubungan kerja akibat kebijakan tersebut.
"Minimnya pelibatan dalam penyusunan regulasi ini dapat menyebabkan gejolak di kalangan pekerja," katanya. Ia meminta Kemenkes untuk membuka ruang diskusi yang lebih luas dengan pihak-pihak terdampak dan menghapus pasal-pasal bermasalah dalam PP 28/2024 maupun RPMK.
Roberia dari Kemenkumham menekankan pentingnya mengakomodasi aspirasi dari semua pihak yang terdampak, agar tujuan pembuatan peraturan benar-benar mencakup semua aspek yang dibutuhkan masyarakat. "Kami berkomitmen untuk memahami tujuan dari setiap kebijakan, terutama jika ada pihak yang merasa dirugikan," tutupnya. (jpc)