Melihat Transisi Energi di China Bagian Timur

Tangki gas alam cair milik CNOOC Yancheng "Green Energy Port" di Yancheng Binhai Port Industrial Park, Distrik Yancheng, Provinsi Jiangsu, China pada 27 Agustus 2024. ANTARA/Desca Lidya Natalia--

Kapasitas tersebut terdiri atas pembangkit listrik tenaga angin terpasang mencapai 471 juta kw, pembangkit listrik tenaga surya mencapai 735 juta kw dan sisanya adalah pembangkit listrik tenaga biomassa, nuklir dan lainnya.

BACA JUGA:Berbekal Berbagai Prestasi, Bekasi Siap Tatap Era Aglomerasi

Kedua, transisi energi China mendukung pembangunan berkualitas bidang ekonomi dan sosial. Dalam 10 tahun terakhir, investasi kumulatif untuk infrastruktur di sektor energi adalah sekitar 39 triliun yuan atau rata-rata hampir 4 triliun yuan per tahun.

China membentuk rantai industri manufaktur peralatan energi yang lengkap, dan mempercepat inovasi teknologi di bidang energi baru, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), transmisi dan transformasi daya, hingga penyimpanan energi baru.

Ketiga, transisi energi di China menjamin kebutuhan rakyat. Dalam satu dekade terakhir, pemerintah China juga mengklaim pasokan dan permintaan energi China seimbang, harga energi secara umum stabil, dan keamanan energi dari 1,4 miliar penduduk terjamin. Pada 2015, pemerintah China menyebut telah berhasil memecahkan masalah konsumsi listrik untuk penduduk yang tidak teraliri listrik.

Konsumsi listrik per kapita meningkat dari 500 kWh menjadi hampir 1.000 kWh, sedangkan listrik dari panel surya--pada saat yang sama-- produksi rumah tangga di daerah perdesaan mencapai 120 juta kw.

BACA JUGA:Paralimpiade Paris dan Kesetaraan yang Kian Dimuliakan

Keempat, transisi energi di China berjalan selaras dengan pelestarian lingkungan. Dibandingkan dengan 2012, konsumsi energi per PDB terhitung menurun lebih dari 26 persen, konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU) berkurang menjadi rata-rata 303 gram batubara standar/kWh dan tingkat emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida dari PLTU batubara yang diperbaharui sebanding dengan batas pembangkit listrik tenaga gas alam.

Kelima, transisi energi di China memberikan kontribusi penting bagi transisi energi global. Pada 2023, investasi transisi energi di China mencapai 676 miliar dolar AS yang menjadikannya sebagai negara dengan investasi terbesar di bidang transisi energi.

Produksi panel surya dan kincir untuk pembangkit listrik tenaga angin yang diekspor ke negara-negara lain, diklaim sudah mengurangi emisi karbon dioksida sekitar 810 juta ton.

Hingga akhir Juli 2024, pembangkit listrik energi terbarukan di China juga sudah menghasilkan listrik hingga 2,2 triliun kw/jam yang setara dengan pengurangan emisi karbon dioksida sekitar 2 miliar ton.

BACA JUGA:Belajar Sosiologi, Membaca Wajah Masyarakat!

Dari kelima prinsip tersebut, pemerintah China mengklaim pembangkit listrik energi baru yang terpasang di Tiongkok menyumbang sekitar 40 persen dari total kapasitas terpasang di dunia.

"Namun harus dicatat bahwa China masih negara berkembang. Kami mendorong modernisasi dengan populasi yang besar. Permintaan energi masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik masih terus meningkat ditambah faktor-faktor yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi juga meningkat," kata Direktur Departemen Reformasi Hukum dan Kelembagaan Badan Energi Nasional China Song Wen.

Badan Energi Nasional China juga mencatat selama 10 tahun terakhir, konsumsi batu bara di China telah turun 12,1 persen dan telah menutup lebih dari 100 juta kw kapasitas PLTU batu bara yang sudah ketinggalan zaman dan mengurangi emisi polutan dari sektor ketenagalistrikan lebih dari 90 persen.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan