Bersama-sama Menjaga Kesehatan 'Paru-paru' Dunia
Pohon-pohon rindang di hutan adalah produsen oksigen yang sekaligus berfungsi sebagai penyerap karbon yang besar. ANTARA/Sizuka--
BACA JUGA:Resiliensi Gregoria yang Berbuah Manis di Paris
Eksploitasi tiada henti telah menyebabkan Pulau Sumatera kehilangan separuh hutannya yang sudah beralih fungsi untuk kepentingan industri. Begitu pula dengan Pulau Borneo dan Papua yang hanya akan menyisakan seperempat wilayah hijaunya dalam beberapa tahun mendatang. Pembalakan pohon, pembakaran hutan, dan pertambangan minerba tanpa diimbangi upaya konservasi akan mengakibatkan sakitnya paru-paru bumi.
Hutan memiliki peran penting untuk mengatur dan menjaga kestabilan iklim global. Bila hutan mengalami kerusakan maka berakibat terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan iklim yang ekstrem. Sebab, hutan dengan pohon-pohon yang terdapat di dalamnya adalah produsen penghasil oksigen yang sekaligus berfungsi sebagai penyerap karbon yang besar. Lebih dari 300 miliar ton karbon tersimpan di hutan dan pohon-pohon yang ada di bumi. Deforestasi memicu pelepasan besar-besaran karbon dioksida ke atmosfer dan meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca.
Selain krisis iklim, banyak kerugian yang harus dibayar manakala hutan menderita kerusakan. Karena hutan merupakan rumah bagi lebih dari 50 persen seluruh spesies tumbuhan dan hewan, maka kerusakan hutan berarti kehilangan spesies dan habitat satwa. Berkurangnya berbagai spesies berdampak pada bidang pendidikan seperti punahnya spesies yang merupakan obyek penelitian, dan konflik antara manusia dengan satwa terpicu karena habitat mereka tergusur. Sedangkan bidang kesehatan terdampak oleh hilangnya berbagai jenis obat-obatan yang bersumber dari tanaman di hutan.
BACA JUGA:Geliat Pembangunan IKN Sambut HUT Ke-79 RI
Akibat lain dari deforestasi adalah terganggunya siklus air karena hutan tidak bisa lagi menjalankan fungsinya dalam menjaga tata letak air. Padahal pepohonan di hutan memiliki fungsi menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang kemudian akan dilepaskan ke atmosfer. Jika jumlah pohon terus berkurang oleh sebab tren deforestasi, maka kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke tanah dalam bentuk hujan menjadi sedikit. Tanah yang kekurangan air hujan menjadi kering sehingga sulit bagi tanaman untuk hidup.
Kerusakan hutan juga dapat berdampak pada hilangnya mata pencaharian masyarakat sekitar hutan yang mengandalkan kegiatan ekonomi sehari-hari dari sumber daya rimba.
Belum lagi terjadinya berbagai bencana alam akibat kebotakan hutan, seperti erosi, banjir dan tanah longsor yang menimbulkan kerugian besar materiil hingga hilangnya banyak nyawa.
Gaya hidup hijau
Menyelamatkan hutan Indonesia bukan hanya tugas pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ini adalah pekerjaan besar yang mesti dipikul bersama semua kalangan dan pemangku kepentingan, dari langkah sederhana hingga tindakan keras.
BACA JUGA:Rahasia Sukses Koperasi Besar Dunia
Berikut sejumlah tindakan nyata yang dapat kita lakukan bagi perlindungan hutan dan masa depannya, sesuai kapasitas masing-masing:
- Masyarakat. Mulailah bergaya hidup hijau (go green) dengan menjadi konsumen yang bijak dan bertanggung jawab atas produk-produk hasil hutan. Anda bisa memilih dan membeli serta menggunakan dengan hemat produk-produk kayu dan turusannya (kertas, tisu) yang diproduksi secara lestari.
Warga, baik secara mandiri maupun dalam komunitas dapat menambah jumlah pohon di bumi dengan menanam di pekarangan rumah, di lingkungan sekitar atau memelopori aksi reboisasi di lahan-lahan gundul.
- Perusahaan. Tidak melakukan perusakan hutan dalam mencari bahan baku dan proses produksi. Mengambil dan memberi dari hutan secara berimbang. Setelah mengambil sumber daya hutan seperlunya, kemudian melakukan pemulihan atau konservasi.