Bahlil: Hilirisasi Jadi Kunci RI Hadapi Dampak Perang Dagang
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberi keterangan ketika ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (9/4/2025)-Putu Indah Savitri-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Menghadapi ketegangan global akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China, pemerintah Indonesia memilih untuk memperkuat ketahanan ekonominya dari dalam negeri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa strategi hilirisasi menjadi salah satu kunci dalam menjawab tantangan global yang tengah berlangsung.
“Indonesia memiliki keunggulan besar dalam hal bahan baku. Untuk itu, hilirisasi adalah jawaban agar nilai tambah ekonomi tetap berada di dalam negeri,” ujar Bahlil saat ditemui di Jakarta, Rabu.
Alih-alih melihat perang dagang sebagai hambatan, Bahlil menilai situasi ini justru membuka peluang untuk mempercepat reformasi struktural dalam negeri. Ia menegaskan pentingnya memanfaatkan momen ini untuk memperkuat daya saing nasional dan mengurangi ketergantungan pada negara lain.
Arahan serupa juga datang langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang meminta para menteri fokus memperkuat ekonomi domestik. “Presiden menekankan pentingnya berdiri di atas kaki sendiri. Itu artinya, kita harus fokus pada sektor-sektor unggulan yang dimiliki Indonesia,” kata Bahlil.
BACA JUGA:Kemenkeu: Inflasi pada Momen Ramadhan dan Idulfitri 2025 Tetap Terkendali
BACA JUGA:BTN Dukung Pembiayaan Perumahan untuk Wartawan Lewat Skema FLPP
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada awal April tidak berdampak signifikan terhadap sektor energi Indonesia, khususnya dalam perdagangan nikel. “Dampaknya tidak besar, karena porsi ekspor kita ke AS relatif kecil,” ungkapnya.
Sebagai langkah strategis, Indonesia berencana mengurangi ketimpangan perdagangan dengan Amerika Serikat melalui peningkatan impor produk energi seperti minyak dan LPG dari Negeri Paman Sam. Tri menyebutkan bahwa impor LPG dari AS, yang sebelumnya mencapai 54 persen, kemungkinan besar akan ditingkatkan untuk mengimbangi ketidakseimbangan perdagangan.
Kebijakan tarif resiprokal dari AS sendiri berlaku mulai 5 April 2025, dengan tarif umum 10 persen, dan dilanjutkan dengan tarif khusus mulai 9 April. Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena tarif tertinggi, yakni sebesar 32 persen. Sebagai perbandingan, Malaysia dikenai tarif 24 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen.
Meski demikian, pemerintah Indonesia tetap yakin bahwa langkah memperkuat hilirisasi dan kerja sama strategis dalam negeri akan mampu meredam dampak tekanan global sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berdaulat. (antara)