Transformasi Digital: Strategi Bertahan di Era Perang Dagang Global

Menpar Widiyanti Putri Wardhana mengatakan bahwa sektor pariwisata dapat berperan sebagai alat pertahanan ekonomi nasional menghadapi kebijakan "Tarif Timbal Balik" yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap produk impor dari sejumlah--(ANTARA/HO-Kementerian Pariwisata)
Di tengah eskalasi perang dagang dan gelombang proteksionisme global, Indonesia dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat, termasuk tarif sebesar 32 persen terhadap sejumlah komoditas unggulan Indonesia, menjadi sinyal bahwa lanskap perdagangan internasional tengah mengalami pergeseran fundamental.
Namun, tantangan ini juga membuka peluang strategis. Ketika jalur ekspor fisik kian terbatas, transformasi digital dapat menjadi kunci bagi Indonesia untuk memperkuat daya saing, meningkatkan efisiensi industri, dan memperluas akses pasar global. Lebih dari sekadar respons taktis, digitalisasi perlu ditempatkan sebagai pilar utama dalam membangun kemandirian dan ketahanan ekonomi nasional di era disrupsi global.
Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Dunia kini tengah mengalami pergeseran geopolitik dan ekonomi yang luar biasa. Di tengah tekanan inflasi, krisis energi, serta ketegangan antara negara-negara besar, kebijakan proteksionisme kembali mencuat dalam bentuk perang dagang modern—yang berdampak langsung pada negara berkembang seperti Indonesia.
Pemberlakuan tarif tinggi oleh Amerika Serikat, termasuk 32 persen terhadap ekspor Indonesia, merupakan pukulan serius bagi stabilitas perdagangan nasional. Tidak hanya menggerus neraca ekspor, kebijakan ini juga menegaskan bahwa ketergantungan pada ekspor berbasis komoditas mentah tidak lagi relevan dalam konteks ekonomi global yang makin kompetitif dan digital.
BACA JUGA:Indonesia Pilih Jalur Diplomasi Hadapi Kebijakan Tarif Impor AS
Dalam situasi seperti ini, Indonesia tidak bisa hanya bersikap reaktif. Justru inilah saat yang tepat untuk melakukan lompatan strategis. Ketika biaya logistik melonjak dan hambatan tarif meningkat, saluran digital hadir sebagai solusi yang menjanjikan. Ekonomi digital mampu menciptakan pasar baru, mempertemukan pelaku usaha dengan konsumen global, serta mendorong efisiensi dan transparansi yang belum pernah ada sebelumnya.
Transformasi digital tidak hanya relevan bagi sektor industri besar, tetapi juga krusial bagi UMKM—yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dengan dukungan teknologi, UMKM dapat menembus pasar internasional tanpa harus tergantung pada jalur distribusi konvensional. Maka dari itu, strategi bertahan di era perang dagang tidak cukup hanya dengan diversifikasi pasar ekspor, tetapi harus disertai dengan akselerasi digitalisasi lintas sektor.
Alih-alih melihat kebijakan tarif sebagai batu sandungan, Indonesia harus menggunakannya sebagai momentum untuk bertransformasi. Ketika biaya logistik meningkat dan akses pasar menjadi lebih terbatas, saluran digital tetap terbuka lebar. Oleh karena itu, transformasi digital harus menjadi pilar utama dalam strategi ketahanan dan kedaulatan ekonomi nasional, bukan sekadar pelengkap modernisasi.
Tarif 32 persen yang dikenakan pada sejumlah komoditas unggulan Indonesia berdampak langsung pada sektor manufaktur, pertanian, dan logistik. UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional juga tertekan oleh lonjakan biaya produksi dan kesulitan mengakses pasar luar negeri.
World Integrated Trade Solution (WITS) memperkirakan bahwa setiap kenaikan tarif sebesar 10 persen dapat mengurangi volume ekspor sebesar 7 persen. Dalam konteks Indonesia, tarif sebesar 32 persen berarti potensi kerugian ekspor yang signifikan dan efek domino terhadap pendapatan negara, lapangan kerja, dan stabilitas makroekonomi. Namun, justru di tengah tekanan inilah peluang muncul.
Dunia sedang memasuki fase penyeimbangan kembali di mana kekuatan ekonomi global tidak lagi semata-mata ditentukan oleh produksi fisik, tetapi oleh efisiensi, kreativitas, dan kecepatan inovasi melalui teknologi digital.
BACA JUGA:Prabowo Terbang ke Malaysia, Silaturahmi dengan Anwar Ibrahim Sekaligus Bahas Tarif Impor AS
Solusi Strategis dan Adaptif
Digitalisasi industri dan rantai nilai bisa menjadi salah satu solusi strategis menghadapi masalah ini. Teknologi digital seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan big data dapat merevolusi proses produksi industri nasional, terutama manufaktur dan logistik. Dengan otomatisasi, efisiensi meningkat dan biaya operasional menurun.