Menag dan Menkes Selektif Pilih Jamaah Haji, Harus Sehat Fisik dan Mental
Hardjo Mislan yang berusia 110 tahun dan mendaftar haji pada 18 Februari 2019 (kiri) merupakan calon haji tertua Indonesia tahun ini yang rencananya berangkat dari Ponorogo pada 14 Mei 2024 dengan kloter pertama embarkasi Surabaya-Siswowidodo/tom-ANTARA FOTO
BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya seleksi yang lebih ketat dalam pemilihan jamaah haji, terutama terkait aspek kesehatan mental dan fisik.
Untuk itu, Kementerian Agama berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Budi Gunadi Sadikin guna memastikan bahwa calon jamaah dalam kondisi yang benar-benar siap untuk menjalani ibadah haji.
Dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI, Nasaruddin menyampaikan perhatian khusus terhadap jamaah dengan kebutuhan spesifik, seperti lansia, mereka yang memiliki keterbatasan bahasa, serta jamaah dengan gangguan kesehatan mental.
Ia menyoroti kasus di mana individu dengan kondisi kesehatan yang kurang mendukung tetap memaksakan diri untuk berhaji, yang pada akhirnya berisiko membahayakan diri sendiri dan merepotkan keluarga.
BACA JUGA:DPR Desak Kemenag Antisipasi Wacana Batas Usia Haji oleh Arab Saudi
BACA JUGA:Tingkatkan Efektifitas Layanan: Kemenag Upayakan Tambahan Kuota Petugas Haji
"Ada beberapa kasus di mana jamaah dengan keterbatasan mental tetap berangkat haji, bahkan sampai melakukan tindakan yang berbahaya bagi dirinya sendiri. Ini menimbulkan pertanyaan bagaimana mereka bisa lolos dalam proses seleksi," ujar Nasaruddin.
Menurutnya, seleksi ketat diperlukan agar jamaah yang berangkat tidak menjadi beban bagi keluarganya, baik saat ibadah berlangsung maupun setelah kembali ke tanah air.
Ia menyoroti bahwa dalam budaya Indonesia, keluarga sering kali harus merawat anggota keluarganya yang sakit sepulang dari perjalanan haji, yang tidak jarang memerlukan biaya tinggi hingga menjual aset untuk biaya perawatan di luar negeri.
"Tidak mungkin membiarkan keluarga menanggung beban besar seperti itu. Biaya yang harus dikeluarkan sangat mahal, termasuk untuk perawatan di rumah sakit di Mekkah," tambahnya.
Terkait batasan usia 90 tahun untuk calon jamaah haji, Nasaruddin berpendapat bahwa aspek kesehatan seharusnya menjadi pertimbangan utama, bukan sekadar usia. Ia mencontohkan bahwa ada orang berusia 90 tahun yang masih aktif bekerja di ladang, sementara ada pula yang di bawah 60 tahun tetapi sudah memerlukan bantuan kursi roda.
BACA JUGA:BPKH Dorong Penguatan Regulasi demi Keberlanjutan Dana Haji
BACA JUGA:IPHI Tolak Pembubaran BPKH, Usulkan Revisi UU Pengelolaan Dana Haji
"Kesehatan itu relatif. Tidak bisa hanya ditentukan dari usia saja. Ada yang berumur lebih dari 90 tahun tapi masih kuat bekerja, sementara ada yang lebih muda tetapi sudah memiliki keterbatasan fisik," jelasnya.