Garuda dan Gaung Indonesia di Tanah Genghis Khan Mongolia
Patung Genghis Khan berkuda di Tsonjin Boldog, Mongolia--(ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Di dekatnya juga ada Museum Nasional Sejarah Mongolia berisi koleksi artefak sejarah negara itu. Kemudian ada "Khangarid Palace", gedung yang tadinya menjadi kantor gubernur Ulan Batar (balai kota), tapi rencananya gedung tersebut akan berubah fungsi menjadi Mahkamah Agung Mongolia.
Di bagian atas "Khangarid Palace", ada lambang Kota Ulan Batar berwarna emas yang ternyata berupa burung Garuda. Hanya saja, lambang itu berbeda dengan burung Garuda lambang nasional Indonesia. Garuda lambang Kota Ulan Bator memberikan kesan makhluk mitologis.
Menurut kepercayaan populer Mongolia, Garuda atau dikenal juga sebagai Khangarid adalah roh gunung dari pegunungan Bogd Khan Uul yang menjadi pengikut kepercayaan Buddha. Ia dianggap sebagai penjaga pegunungan itu dan simbol keberanian dan kejujuran. Garuda pun dipilih sebagai lambang kota karena melambangkan dua sifat tersebut.
Di dahi Garuda terdapat simbol Soyombo yang juga ditemukan pada bendera nasional Mongolia. Burung Garuda tersebut juga digambarkan memegang kunci di tangan kanannya yang melambangkan kemakmuran dan keterbukaan dan bunga teratai di tangan kirinya, simbol kesetaraan dan kemurnian.
Garuda itu juga memegang ular di kakinya yang berarti bahwa segala sesuatu yang jahat dan buruk tidak akan dibiarkan. Kota Ulan Bator pun memiliki bendera sendiri berwarna biru langit dengan burung Garuda di tengahnya.
Selain menjadi lambang kota, Garuda juga menjadi gelar dalam pertandingan gulat yaitu gelar Garuda Negara (Улсын Гарьд) yang disematkan kepada juara kedua dalam turnamen gulat selama Festival Nasional Mongolia Naadam.
Bilateral Indonesia-Mongolia
Memiliki kesamaan cerita soal Garuda memang tidak langsung menjadikan Indonesia dan Mongolia menjadi dekat.
Meski banyak masyarakat Indonesia sudah "mendengar" kata Mongolia sejak sekolah dasar (SD), khususnya dalam pelajaran sejarah, saat utusan cucu Genghis Khan, Kubilai Khan datang ke Pulau Jawa untuk menemui pendiri Raja Majapahit Raden Wijaya, tapi tidak banyak orang Indonesia di Mongolia dan sebaliknya orang Mongolia di Indonesia.
Pemahaman orang Mongolia mengenai Indonesia pun terbatas, setidaknya hal itu diakui oleh Direktur Jenderal Kantor Berita Nasional Mongolia Montsame Sodontogos Erdenetsogt.
BACA JUGA:Bahaya Tersembunyi di Balik Revolusi Kecerdasan Buatan
"Orang Mongolia hanya mengetahui sedikit tentang Indonesia. Saya juga hanya tahu dua hal soal Indonesia. Pertama adalah batik dan kedua bahwa Mongolia pernah menutup sementara Kedubes Mongolia di Jakarta, lalu kemudian membukanya kembali belum lama ini," kata Direktur Jenderal Kantor Berita Nasional Mongolia Montsame Sodontogos Erdenetsogt, saat bertemu ANTARA di kantor Montsame, Ulan Batar, Mongolia pada Selasa (10/12/2024).
Sodontogos yang sebelumnya berprofesi sebagai diplomat tersebut mengaku pernah bertugas sebagai penerjemah Presiden Megawati Soekarnoputri saat berkunjung ke Mongolia pada 2003 maupun sebagai tim pendamping saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Mongolia pada 2012.
"Itulah sebabnya tujuan kami adalah ingin membangun cara menjalin hubungan dengan media karena hanya dengan media kita dapat menyebarkan informasi dengan lebih cepat untuk mempromosikan budaya kita," ucap Sodontogos.
Sodontogos menyebut negaranya, saat ini termasuk negara yang dinamis, karena sekitar 70 persen populasi adalah generasi muda berusia di bawah 35 tahun. Di negara itupun, perempuan aktif dalam berpolitik. Anggota parlemen, saat ini ada 126 orang, dan sekitar 30 orang di antaranya adalah perempuan, termasuk perempuan-perempuan muda. Karena itu, banyak perempuan melek politik dan hadir di parlemen.